Loading...
OLAHRAGA
Penulis: Prasasta Widiadi 16:41 WIB | Kamis, 11 Agustus 2016

Kontingen Pengungsi Nilai Hadir di Olimpiade Lebih Sekadar Emas

Kontingen pengungsi sedang duduk santai di beberapa sudut kota di Rio De Janeiro, Brasil. (Foto: npr.org)

RIO DE JANEIRO, SATUHARAPAN.COM – Kontingen pengungsi yang berpartisipasi di Olimpiade 2016 menganggap kehadiran mereka  di Olimpiade merupakan kegembiraan bahkan diibaratkan lebih berbahagia dari sekadar meraih medali emas.

Menurut National Public Radio, hari Rabu (10/8) atlet yang termasuk di kontingen ini antara lain berasal dari negara yang saat ini dilanda konflik antara lain Suriah, Sudan Selatan, Ethiopia dan Republik Demokratik Kongo.

Hingga Kamis (11/8) mereka menduduki peringkat ke-45 dalam perolehan medali sementara Olimpiade 2016, karena sepuluh atlet yang tergabung di kontingen ini belum berhasil menyumbangkan satu pun medali.

Meski demikian mereka merasakan kegembiraan layaknya seorang pemenang. “Saya merasa benar-benar hebat,” kata perenang putra dari kontingen pengungsi, Rami Anis.

Perenang asal Suriah ini mengatakan saat tidak berlomba atau bertanding di Olimpiade 2016, dia dan teman-temannya menyempatkan diri berkeliling ke beberapa sudut kota Rio De Janeiro, Brasil.

“Ini mimpi yang menjadi kenyataan bagi saya, dan saya tidak ingin bangun dari mimpi ini,” kata dia.

Rami Anis tidak sendirian karena dia dan sembilan rekannya berada di Rio De Janeiro untuk membuktikan memiliki semangat dalam bertanding dan harapan baru untuk hidup.

Menurut npr.org, beberapa pengungsi yang saat ini tersebar dan berlatih di beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat mengaku  tidak tahu bagaimana kondisi keluarga mereka.

Anis menuturkan pada 2011 dia melarikan diri dari Suriah ke Turki.

Perenang berusia 25 tahun tersebut berasal dari dari Aleppo, Suriah, dan dia menceritakan lagi harus melakukan penyesuaian di Turki.  

Empat tahun kemudian, ia dan adiknya melakukan perjalanan jauh berpindah dari Turki, melewati Aegea, Yunani, dan akhirnya dia sampai ke Belgia.

Anis pada hari Selasa (9/8) berpartisipasi pada renang gaya bebas 100 meter putra, namun di nomor pembukaan dia tersisih. 

Dia berharap pada Olimpiade 2020 mendatang tidak ada perang lagi dan dapat kembali berpartisipasi dengan bendera Suriah. “Perjuangan membela Suriah lebih mahal harganya dari emas,” kata Anis.

Rekan senegaranya, perenang putri Suriah yang kini menetap di Berlin, Jerman, Yusra Mardini  menceritakan kisahnya di laut, saat mengungsi dan sedang menyebrangi laut lepas di pulau Lesbos, Yunani perahu yang mereka tunggangi terjungkal ke laut akibatnya mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan, sehingga Yusra Mardini dan saudarinya, Sara Mardini berenang hingga menggapai daratan.

“Saya hanya berpikir akan kah saya dapat menyelamatkan diri hingga ke darat, karena saya dan kakak saya (Sara Mardini, Red) menyenangi olahraga renang,” kata Yusra Mardini.

Di Olimpiade, Yusra Mardini memenangkan babak penyisihan gaya kupu-kupu 100 meter pada Sabtu (6/8) namun, tapi catatan waktunya di babak selanjutnya yang berlangsung Rabu (10/8)  tidak cukup menghantarkan dia lolos ke babak semi final.  

Sementara itu anggota kontingen pengungsi lainnya, pelari jarak jauh putra asal Republik Demokratik Kongo, Yolande Bukasa Mabika menjelaskan bahwa dia dan teman-temannya dari Kongo tidak hadir sebagai penggembira, namun berniat membuat sejarah. “Ini bukan hanya perjuangan untuk olahraga, itu adalah perjuangan untuk hidup,” kata Yolande Bukasa Mabika.

Atlet asal Kongo tersebut tidak berjuang sendirian, karena ada rekan senegaranya yang juga berpartisipasi di cabang olahraga yang sama yakni Popole Misenga.  

Selain Mabika, dan Misenga dari Afrika masih terdapat beberapa nama asal Sudan Selatan di Kontingen Pengungsi antara lain, Yiech Pur Biel, James Nyang Chiengjiek, Anjelina Nadai Lohalith, Rose Nathike Lokonyen dan Paulo Amotun Lokoro yang semuanya berpartisipasi di cabang olahraga lari.  Situasi perang di Sudan Selatan membuat mereka berlatih di Kenya.

Siaran Langsung Menonton Bersama

Sementara itu masyarakat di Kakuma, Kenya bagai mendapat berkah karena menurut abc.net.au  terdapat organisasi non pemerintah internasional yang bekerja sama – Amnesty  International dan FilmAid – untuk mendatangkan alat-alat seperti satelit dan pemancar guna menghadirkan tayangan langsung Olimpiade 2016.

Menurut Managing Director FilmAid, Keefe Murren siaran langsung tersebut diperkirakan dapat menghibur lebih kurang 200.000 orang warga Kakuma, yang bercampur jadi satu dengan pengungsi yang bukan warga Kenya.  

Dia menambahkan siaran langsung tersebut sebagai salah satu bukti penting kontribusi kontingen pengungsi bagi olahraga dunia.  (npr.org/abc.net.au)

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home