Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 18:52 WIB | Jumat, 09 Januari 2015

KontraS: Negara Salah Kaprah Menanggung Korban Lapindo

KontraS: Negara Salah Kaprah Menanggung Korban Lapindo
Negara dinilai salah kaprah dalam mempertanggungjawabkan pemulihan korban lumpur Lapindo dengan dana talangan sebesar Rp 781 miliar yang jaminannya adalah aset tanah para korban milik PT Minarak Lapindo Jaya yang diberi tenggat waktu selama empat tahun. Hal tersebut disampaikan dalam jumpa pers di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang dihadiri oleh Koordinator KontraS Haris Azhar (kanan), Bagus Hadi Kusuma aktivis Jatam (kedua kanan) serta Kepala Biro Ekonomi Sosial Budaya KontraS Syamsul Munir (kedua kiri) dan Kepala Divisi Litbang KontraS Puri Kencana Putri di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (9/1) (Foto-foto: Dedy Istanto).
KontraS: Negara Salah Kaprah Menanggung Korban Lapindo
Koordinator KontraS Haris Azhar (kanan) saat memberikan pernyataan terkait dengan masalah pemberian ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo oleh Pemerintah Joko Widodo yang dinilai gegabah.
KontraS: Negara Salah Kaprah Menanggung Korban Lapindo
KontraS bersama dengan Jatam saat menggelar jumpa pers di kantor KontraS, Jakarta Pusat terkait dengan pemberian ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo yang dijamin oleh Pemerintah dengan jaminan aset tanah para korban.
KontraS: Negara Salah Kaprah Menanggung Korban Lapindo
KontraS bersama dengan Jatam saat menggelar jumpa pers terkait dengan keputusan pemerintah yang telah memberikan pinjaman dana talang untuk membayar para korban lumpur Lapindo dengan jaminan aset tanah para korban sebesar Rp 781 miliar.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Negara dinilai salah kaprah dalam upaya pemulihan korban lumpur Lapindo. Pembayaran ganti rugi sebesar Rp 781 miliar kepada korban oleh Pemerintahan Joko Widodo diduga merupakan rencana transaksi ekonomi melalui pengambilan aset tanpa diikuti dengan skema pemulihan secara komprehensif atas praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami oleh warga Sidoarjo, Jawa Timur.

Dalam laporan penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2012 lalu mencatat adanya praktik pelanggaran HAM yang terjadi secara sistematis dan meluas.

Keputusan pemerintah "menahan" aset PT Minarak Lapindo Jaya juga dinilai gegabah dan telah menghilangkan aspek rasa keadilan dan kepastian hukum. Negara harus menindaklanjuti sejumlah temuan yang terjadi berdasarkan catatan Komnas HAM dengan menegakkan hukum baik secara perdata, pidana maupun administrasi dari hasil penyelidikan tersebut.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan Jaringan Tambang (Jatam) memandang penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM harus diikuti upaya advokasi yang melibatkan seluruh lembaga-lembaga negara dalam memulihkan hak-hak korban lumpur Lapindo.

KontraS dan Jatam mendesak Presiden Joko Widodo supaya Kementerian Keuangan menghentikan risiko atas uang negara yang digunakan untuk menalangi PT Minarak Lapindo. Kemudian meminta kepada Kepolisian untuk melakukan penyelidikan berdasarkan hasil laporan Komnas HAM serta meminta kepada Jaksa Agung untuk menuntut secara perdata terkait adanya tindakan wansprestasi dan perbuatan melawan hukum PT Lapindo Brantas yang melalaikan kewajiban hukum atas kerugian para korban.

Selanjutnya segera dibentuk tim percepatan pemulihan yang terdiri dari Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendorong warga Sidoarjo hidup normal kembali.

Pernyataan sikap tersebut disampaikan oleh Haris Azhar Koordinator KontraS bersama dengan Kepala Divisi Litbang KontraS Puri Kencana Putri, Kepala Biro Ekonomi Sosial Budaya Syamsul Munir, aktivis Jatam Bagus Hadi Kusuma di kantor KontraS Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (9/1).

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home