Korban Perkosaan Tidak Memperoleh Empati di Media
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemberitaan seputar kasus perkosaan kepada jurnalis perempuan sebuah media di Jakarta masih belum melindungi korban. Karena pemberitaannya hanya mengambil keterangan dari kepolisian tanpa memberikan perspektif korba dan pemberitaan media cenderung menyudutkan jurnalis perempuan korban perkosaan itu sebelum kepolisian menuntaskan hasil penyelidikannya. Demikain siaran pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Dalam pantauan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, sebagian besar media mengeksploitasi kasus perselingkuhan, bukan fokus mengungkap kebenaran atas perkosaan terhadap korban. “Media seharusnya tidak terburu-buru menyimpulkan kasus perkosaan sebelum ada kesimpulan penyidikan yang lengkap, tidak sepotong-sepotong,” kata Sekretaris AJI Jakarta Dian Yuliastuti.
AJI Jakarta dan LBH Jakarta mengingatkan media untuk tetap melindungi korban perkosaan dengan tidak menyebutkan inisial korban, tidak menampilkan foto korban, dan tidak menggunakan bahasa dan judul berita yang menyudutkan dan menghakimi korban. Perspektif yang berempati pada korban sangat penting agar tidak menambah trauma pada korban perkosaan. Perspektif ini harus selalu dijaga sampai ada kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dari kepolisian dan pengadilan.
Berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkapolri) Nomor 3 Tahun 2008 tentang pembentukan ruang pelayanan khusus bagi anak perempuan, korban perkosaan seharusnya diperiksa Unit Pelayanan Perempuan dan Anak. Namun faktanya, pemeriksaan terhadap kasus ini dilakukan Unit Kejahatan dan Kriminalitas. “Dalam peraturan tersebut, kepolisian dilarang untuk menghakimi saksi dan korban, serta menjaga kerahasiaan pemeriksaan hingga ada kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Tommy Albert Tobing, kuasa hukum korban dari LBH Jakarta.
AJI Jakarta dan LBH Jakarta juga menghimbau kepada kepolisian untuk memproses kasus yang melibatkan kelompok rentan seperti anak dan perempuan berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2008. Pada pasal 2 ayat (3) peraturan tersebut disebutkan kepolisian harus memberikan perlindungan dan pelayanan khusus “untuk menghindari terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan tindakan yang dapat menimbulkan ekses trauma atau penderitaan yang lebih serius bagi perempuan dan anak.”
Editor : Yan Chrisna
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...