Korsel dan Jepang akan Peringati Normalisasi Hubungan Diplomatik
TOKYO, SATUHARAPAN.COM – Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan (Korsel) Yun Byung Se akan melakukan peringatan normalisasi hubungan diplomatik Korsel dan Jepang yang ke-50.
Seperti diberitakan AFP, Minggu (21/6) Menlu Yun melakukan kunjungan pertama kalinya ke Jepang sejak dia menjabat.
Menlu Yun akan menemui Menlu Jepang, Fumio Kishida dalam rangka membicarakan masalah bilateral, dan juga tentang Korea Utara. Kemudian Yun juga akan bertemu Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe.
Hubungan Korsel dan Jepang memburuk akibat masalah sejarah dan teritorial. Abe dan Presiden Korsel Park Geun-hye belum pernah satu kali pun bertemu sejak keduanya berkuasa.
“Kami membicarakan puncak peringatan Jepang dan Korsel, dan kami akan meneruskan pertemuan dalam jangka waktu sedini mungkin,” kata Kishida.
Pemerintah Jepang sudah mengeluarkan permohonan maaf resmi atas dosa di zaman perang pada 1993. Meski sudah menjadi kebijakan nasional, Abe dinilai sebagian kalangan enggan melanjutkan permohonan maaf itu, dan justru memuji para prajurit Jepang yang gugur saat Perang Dunia II.
Abe menunjukkan hal ini dengan mengunjungi Kuil Yasukuni, tempat bersemayamnya banyak tentara Jepang. Aksi Abe dinilai sejumlah negara tetangganya sebagai penghinaan dan kemunduran dari permohonan maaf resmi Jepang.
Pada Maret 2015, Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-Hye, mendesak pemimpin Jepang meminta maaf kepada perempuan budak seksual tentara Jepang pada masa Perang Dunia II.
"Hingga saat ini, hanya 53 orang korban masih hidup dan rata-rata berumur 90 tahun. Oleh karena itu, kesempatan Jepang meminta maaf dan mengembalikan kehormatan mereka hampir habis," kata Park dalam peringatan pemberontakan Korsel pada 1919 terhadap kekuasaan Jepang, 1910-1945.
Lantaran jumlah korban masih hidup terus menyusut, Presiden Park juga meminta pemimpin Jepang menggunakan "segala cara" untuk menyelesaikan permasalahan itu.
Masalah perbudakan seksual itu selalu menjadi ganjalan dalam hubungan Korsel dengan Jepang, yang kembali menegang karena Jepang mengatakan perempuan korban perbudakan tersebut memang berprofesi sebagai pekerja seks komersial, demikian laporan AFP.
Sejarahwan memperkirakan 200.000 perempuan, termasuk dari Korea, Tiongkok, Indonesia dan negara lain Asia, dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang selama Perang Dunia II.
(AFP/japantimes.co.jp)
Editor : Eben Ezer Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...