Korsel: Menolak Wajib Militer, Bekerja di Penjara Selama Tiga Tahun
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Lusinan anggota sekter Saksi Yehuwa Korea Selatan dengan jas dan dasi berbaris masuk penjara pada hari Senin (26/10) untuk memulai pelatihan sebagai administrator. Ini bukan hukuman penjara yang biasa mereka hadapi sebagai penolakan hati nurani terhadap wajib militer.
Korea Selatan secara teknis masih berperang dengan Korea Utara dan mempertahankan sistem wajib militer untuk mempertahankan diri dari pasukan Pyongyang yang berkekuatan 1,2 juta orang.
Selama beberapa dekade, satu-satunya alternatif adalah hukuman dan penjara, dan dengan itu stigma seumur hidup, tetapi total puluhan ribu orang penolakan hati nurani, banyak dari mereka adalah warga Saksi Yehuwa, telah bersedia membayar harga itu untuk mengikuti kepercayaan mereka.
Skema baru bagi mereka yang keberatan untuk mengangkat senjata atas dasar agama atau moral mulai berlaku pada hari Senin, mengharuskan mereka untuk bekerja sebagai administrator penjara selama tiga tahun, dua kali lebih lama dari masa wajib militer normal.
Orang pertama yang mendapat manfaat adalah 63 warga Saksi Yehuwa yang tiba di Lembaga Pemasyarakatan Daejeon di selatan Seoul dalam suasana hati yang ceria, saling berpelukan dengan anggota keluarga.
"Pengorbanan banyak orang" telah memungkinkan layanan alternatifnya, kata Shin Dong-gil, 26 tahun. “Momen ini datang kepada kami karena saudara-saudara yang dengan setia mempertahankan keyakinan mereka,” katanya kepada AFP.
Ini sangat kontras dengan dimulainya wajib militer normal, ketika para pemuda dengan kepala yang baru dicukur dan mata yang berkaca-kaca mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang mereka cintai di pintu masuk kamp pelatihan.
Menghindari Menjadi Terpidana
Semua pria Korea Selatan yang berbadan sehat diwajibkan untuk tugas militer selama 18 bulan sebelum mereka berusia 30 tahun, dalam sebuah ritual yang, meski terkadang dibenci, dapat membentuk ikatan seumur hidup dengan sesama tentara.
Menghindari tugas dalam masyarakat konformis yang dihadapkan dengan konflik Perang Dingin yang tersisa terakhir di dunia dapat membawa konsekuensi pekerjaan dan stigma sosial seumur hidup.
Namun keputusan Mahkamah Agung yang penting pada tahun 2018 menerima prinsip-prinsip agama dan moral sebagai alasan yang sah untuk menentang dinas militer, membuka jalan bagi penentang dengan hati nurani untuk menghindari menjadi terpidana.
Sebanyak 63 orang yang memulai tugas mereka pada hari Senin akan menjalani kursus tiga pekan sebelum dikirim ke penjara di seluruh negeri, di mana mereka akan berhak atas gaji yang sama dengan wajib militer reguler.
Shin ditemani ke fasilitas di Daejeon oleh saudara iparnya, Lee Yang-sub. Dia mantan narapidana sebagai penolakan hati nurani.
"Saya sangat senang bahwa saudara ipar saya dapat mengambil bagian dalam layanan alternatif ini," kata Lee, seraya menambahkan bahwa dia "tidak menyesal" karena harus menjalaninya untuk keyakinannya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...