Muslim di Timur Tengah Boikot Produk Prancis
Aksi itu terkait dengan penerbitan karikatur Nabi Muhammad di Prancis.
DUBAI, SATUHARAPAN.COM-Muslim di Timur Tengah dan sekitarnya pada hari Senin (26/10) memperluas seruan mereka untuk boikot produk Prancis dan protes terhadap Prancis, terkait kartun nabi Nabi Muhammad dan batas kebebasan berbicara diintensifkan.
Toko-toko di Kuwait menarik yogurt dan botol air soda Prancis dari rak mereka, Universitas Qatar membatalkan pekan budaya Prancis, dan seruan untuk menjauh dari jaringan toko bahan makanan Carrefour menjadi tren di media sosial di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Protes telah diadakan di Irak, Turki, dan Jalur Gaza, dan parlemen Pakistan mengeluarkan resolusi yang mengecam penerbitan kartun nabi Muhamad.
Pemenggalan kepala awal bulan ini terhadap seorang guru sejarah Prancis yang telah memperlihatkan karikatur nabi Nabi Muhammad di kelas, sekali lagi memicu perdebatan tentang penggambaran semacam itu, yang oleh umat Islam dianggap menghujat.
Dijadikan Simbol
Konfrontasi yang berkembang meningkatkan ketegangan politik antara Prancis dan beberapa negara yang mayoritas penduduknya Muslim, terutama Turki. Dan ini dapat memberikan tekanan pada perusahaan Prancis. Negara-negara Eropa lainnya juga ikut campur dalam mendukung Prancis.
Guru, yang dibunuh oleh seorang pengungsi Chechnya berusia 18 tahun, telah dijadikan sebagai simbol nasional cita-cita sekuler Prancis yang dipegang teguh dan penolakannya terhadap setiap gangguan agama di ruang publik.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dengan gigih membela penggambaran seperti itu karena dilindungi oleh hak atas kebebasan berbicara. Pada peringatan guru pekan lalu, Macron berkata: "Kami tidak akan meninggalkan karikatur."
Pada hari Minggu, dalam tweet yang diterbitkan dalam bahasa Arab dan Inggris, dia menulis: "Kami tidak akan pernah menyerah." Dia menambahkan, bagaimanapun, bahwa Prancis tidak menerima pidato kebencian dan menghormati semua perbedaan.
Pemerintahnya merencanakan mengajukan RUU yang bertujuan membasmi apa yang disebut Macron sebagai "separatisme Islamis," yang menurutnya telah menciptakan budaya paralel di Prancis, budaya yang menolak hukum dan norma Prancis.
Sementara dia menyalahkan sebagian dari separatisme ini pada masa kolonial brutal Prancis di Afrika Utara, dia dikutip mengatakan Islam adalah "agama yang berada dalam krisis di seluruh dunia."
Sikap Macron telah menarik kemarahan dari masyarakat biasa dan beberapa pemimpin politik di dunia Muslim. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...