Korut Bantah Tuduhan Aniaya Orang Kristen
SATUHARAPAN.COM – Seorang pejabat Korea Utara membantah bahwa orang Kristen secara sistematis dianiaya di negeri ini, menyebut tuduhan itu “benar-benar salah”.
Saling balas tulisan di Twitter, Alejandro Cao—laki-laki kelahiran Spanyol Delegasi Khusus Komite Korea Utara untuk Hubungan Budaya dengan Negara Asing—mengkritik Kristen Evangelikal yang katanya “mengambil keuntungan dari pecandu narkoba dan tunawisma dan memaksa mereka untuk menjadi penginjil dengan tawaran sepiring sup.”
Cao menyatakan tuduhannya di akun Twitter Joel Forster, editor majalah online Evangelical Focus, yang bertanya padanya tentang perlakuan terhadap orang Kristen di Korea Utara.
Cao menjadi orang asing pertama yang bekerja untuk rezim Korea Utara dalam kapasitas resmi pada tahun 2002, dan telah lama advokat kuat dari pemerintah Korut. Dikenal juga sebagai Zo Sun-il—Korea hanya satu—ia telah dituduh mengancam dan mengintimidasi wartawan yang mengkritik kediktatoran negara itu. Pada tahun 2012, Independent menjulukinya “senjata rahasia” Korut.
Menanggapi pertanyaan Forster tentang orang Kristen di Korut, Cao menjawab: “Ini benar-benar salah. Masalah di dunia adalah ada orang-orang yang tercerahkan seperti Anda yang percaya diri untuk menjadi wakil Tuhan atau bahkan Tuhan sendiri.”
Dalam serangkaian tweet balasan, ia kemudian menuduh Forster orang yang “tidak religius, tapi aktivis Amerika Serikat” dan mengejek saran bahwa Allah akan membawa keadilan bagi mereka yang menderita di bawah kepemimpinan Kim Jong Un.
“Dia [Tuhan] tampaknya datang terlambat. Kami telah di sini selama 70 tahun, dan masih akan terus di sana,” kata Cao.
Korea Utara secara luas dianggap sebagai negara terburuk bagi seorang Kristen, dan pemerintah mempertahankan kontrol mutlak melalui represi sistematis warganya. Sekitar sepertiga dari populasi 100.000-an Kristen Korea Utara diperkirakan bekerja di kamp konsentrasi, sementara puluhan ribu warga, termasuk banyak orang Kristen, telah membelot ke negara-negara tetangga seperti Korea Selatan, Tiongkok, Mongolia, dan Rusia.
Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (The United States Commission on International Religious Freedom/USCIRF) tahun ini mengatakan bahwa negara ini “tetap menjadi salah satu rezim paling menindas di dunia dan di antara pelanggar terburuk hak asasi manusia.”
“Pemerintah ketat mengontrol semua ekspresi dan kegiatan politik dan agama, dan menghukum mereka yang mempertanyakan rezim,” kata laporan USCIRF 2015.
“Kebebasan menganut agama atau kepercayaan tidak ada. Individu yang diam-diam terlibat dalam kegiatan keagamaan yang menjadi sasaran penangkapan, penyiksaan, penjara, dan kadang-kadang eksekusi ... Walaupun semua bentuk agama atau kepercayaan secara terbatas dioperasikan oleh negara, Kristen mengalami penganiayaan paling parah.” (christiantoday.com)
Ikuti berita kami di Facebook
Perayaan Natal di Palestina Masih Dibatasi Tahun Ini
GAZA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal di Palestina tahun ini hanya sebatas ritual keagamaan, mengin...