Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:05 WIB | Rabu, 03 Februari 2016

KPK Cegah Konflik Kepentingan Dokter-Perusahaan Farmasi

Ilustrasi. (Foto: iaisulsel.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah konflik kepentingan antara dokter dan perusahaan farmasi dengan membuat aturan untuk melarang dokter menerima sponsorship langsung.

"Ada 126.000 dokter di Indonesia dan gratifikasinya sangat unik, karena mereka (dokter) harus datang ke seminar-seminar ilmiah tapi negara belum bisa menyediakan transportasi dan akomodasi itu, makanya masuk sponsorship dari perusahaan farmasi," kata Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa (2/2).

Namun, khawatirnya akan jadi gratifikasi atau conflict of interest, jadi saat memberikan resep mengingat sponsor-sponsornya,“ kata Pahala Nainggolan.

"Kepentingan KPK adalah di bidang pendidikan dan kesehatan, dan kita lihat ada praktik yang sudah berjalan puluhan tahun pemberian yang biasa terjadi. Tidak bisa kita larang sama sekali, karena dokter butuh kredit profesi setidaknya 250 kredit, agar tetap bisa praktik dalam waktu lima tahun, tapi kalau dibolehkan terima sponsorship juga salah, karena konflik kepentingan sangat tinggi, jadi kita ambil jalan tengah dengan memberikan lewat insititusi dan organisasi profesi," kata Pahala.

Menurut Pahala, dalam lima tahun, seorang dokter harus mengumpulkan 250 kredit profesi, sehingga dalam satu tahun ada 50 kredit. Dari satu seminar, dokter dapat mengumpulkan 3-5 kredit sehingga dokter minimal perlu menghadiri 10 seminar.

"Dokter yang datang ke KPK kira-kira yang dia laporkan menerima gratifikasi Rp 3 juta, jadi satu dokter butuh Rp 30 juta untuk mendapat kredit selama setahun. Ada 126.000 dokter di Indonesia, dan masing-masing butuh Rp 30 juta per tahun. Silakan dikalikan lima tahun. Itulah biaya yang dibutuhkan untuk continuing professional education. Makanya kalau sponsorship datang dari perusahaan farmasi, tidak mungkin ditolak," kata Pahala.

Secara jangka panjang, KPK pun ingin agar pelayanan kesehatan warga negara harus rasional, baik sisi pelayanan maupun obat yang standar.

Irjen Kemenkes Purwadi, menargetkan waktu seminggu untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan RI No 14 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kemenkes, agar sesuai dengan kesepakatan tersebut.

"Apa yang disepakati hari ini ada yang sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 14 Tahun 2014, tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kemenkes, dan ada juga petunjuk teknisnya. Saya kira seminggu setelah ini akan keluar revisinya dan penjelasan lebih lanjut, semakin cepat lebih baik," kata Purwadi.

Perbaikan aturan itu juga tidak menghilangkan seluruhnya sponsorship, yang diberikan oleh perusahaan farmasi.

"Dokter itu tidak sebagai agen (farmasi)m, percayalah, kalau pengawasan organisasi dan profesi belum memadai, maka ada media dan KPK yang mengawasi. Tapi tanpa sponsoship juga tidak mungkin karena pemerintah belum bisa hadir sepenuhnya maka masuklah sponsorhsip di situ. Saya yakin dokter-dokter akan memenuhi aturan ini," kata perwakilan Konsil Kedokteran Indonesia Bambang Supriyatno. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home