KPK Diminta Batalkan Rencana Rekrut Penyidik dari TNI
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi membatalkan rencana perekrutan penyidik dari kalangan Tentara Nasional Indonesia.
"Saya memprotes dan menyesalkan rencana KPK merekrut penyidik dari kalangan TNI," kata dia kepada Antara di Semarang, Minggu (13/10) malam.
Pelibatan TNI sebagai penegak hukum, lanjutnya, menyalahi amanat reformasi yang memerintahkan TNI untuk profesional dengan kembali ke barak dan fokus pada tugas pertahanan.
Menurut Eva, reformasi keamanan sendiri masih mengalami kendala serius dengan penolakan TNI untuk memasukkan delik umum ke dalam peradilan umum -revisi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer- apalagi ditambah pidana khusus untuk pemberantasan korupsi.
"Hal itu dibuktikan KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hampir tidak pernah memroses kasus korupsi di tubuh TNI," kata Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR itu.
Dengan demikian, tambahnya, rencana KPK untuk merekrut TNI sebagai penyidik mengganggu dua agenda reformasi sekaligus, yaitu penghapusan dwifungsi TNI dan pemberantasan korupsi.
Tidak Panik
"Saya mengimbau KPK tidak panik menghadapi mafia-mafia eksekutif (SKK Migas), sehingga harus melibatkan TNI yang risikonya justru membahayakan demokrasi," kata Eva.
Memasuki tahun politik, lanjut dia, sepatutnya penguasa tidak menyeret-nyeret TNI ke dalam politik di luar tugas dan fungsinya (tupoksi).
Belum tuntas kontroversi pelibatan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), sudah menyusul kontroversi KPK yang melibatkan TNI sebagai penyidik pada saat reformasi keamanan belum tuntas.
"Manuver-manuver menyeret TNI ke dalam politik akan membawa demokrasi mundur seperti pada masa Orde Baru. Pada saat itu, TNI digunakan sebagai alat kekuasaan oleh rezim penguasa," kata dia.
Berkas Hilang
Menyinggung soal hilangnya berkas acara pemeriksaan (BAP) Hambalang di KPK, Eva mengatakan bahwa hal itu dapat memperkuat dugaan potensi intervensi penguasa ke dalam politik dengan menggunakan TNI.
Eva mengatakan, "Ketika reformasi keamanan belum tuntas atau ditolak dituntaskan, bahkan oleh TNI sendiri, bagaimana kita percaya netralitas TNI?"
"Pengalaman dugaan `keterlibatan` TNI aktif dalam dua pemilu terakhir sepatutnya dijadikan referensi bahwa kekhawatiran tentang netralitas TNI masih sangat valid dan relevan," katanya.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...