KPK Gali Informasi Stafsus Presiden Lewat Menko Polhukam
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali informasi terhadap Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) Djoko Suyanto.
“Memang tadi Djoko Suyanto Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan telah menghadiri pemeriksaan untuk diperiksa sebagai saksi terkait dengan dugaan TPK Pemerasan ESDM dengan tersangka JW dan dari yang bersangkutan sudah memberikan keterangan,” kata Johan Budi Juru Bicara KPK di gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (16/9).
Namun, Johan Budi tidak dapat memberikan informasi terkait pertanyaan apa saja yang diajukan oleh pihak penyidik kepada Djoko karena itu sudah termasuk dalam materi penyidikan.
“Ada keterangan saksi yang sebelumnya diperiksa oleh KPK (Daniel Sparingga) perlu diklarifikasi atau ditanyakan ke Pak Djoko. Mengenai materi apa saya tidak tahu. Jadi, dalam proses pemeriksaan untuk saksi itu kemudian ada keterangan yang penyidik merasa perlu untuk dikonfirmasi kepada Pak Djoko.”
Johan juga menegaskan bahwa terkait dengan klarifikasi tersebut pihak KPK tidak mengkonfrontir keterangan Djoko Suyanto dengan Daniel Sparingga. Soal aliran dana yang mengalir dari Jero ke Daniel pun Johan tidak bisa memberi informasi lebih lanjut karena itu termasuk dalam materi penyidikan.
Beberapa waktu lalu, KPK memeriksa Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga. Dia diduga menjadi konsultan dan menerima aliran dana dari Jero Wacik. Namun, Daniel membantah tuduhan tersebut.
Terkait dengan kasus ini, KPK telah menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan kewenangan terkait jabatannya.
Terhadap Jero disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU Tipikor Jo Pasal 421 KUHP.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menjelaskan Jero meminta tambahan dana operasional menteri kepada anak buahnya setelah dilantik sebagai Menteri ESDM karena anggaran yang diterimanya dianggap tidak mencukupi.
Dana yang diterima oleh Jero diduga mencapai Rp 9,9 miliar. Diperkirakan dana itu dipakai untuk memperkaya diri.
Bambang juga menjelaskan tiga modus yang dilakukan Jero yaitu mengambil uang dari proyek pengadaan, meminta dari rekanan dan melakukan rapat fiktif.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...