KPK Konfirmasi Hubungan Mulyadi dan Dewie
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi hubungan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Demokrat Mulyadi dan anggota Komisi VII dari fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo.
"Saya sekadar memimpin rapat, saat itu Bu Dewie berbicara beberapa hal. Tadi dikonfirmasi (sama penyidik) apa saya memimpin rapat, (saya jawab) iya," kata Mulyadi seusai diperiksa KPK sekitar enam jam di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hari Rabu (4/11).
Dewie menjadi tersangka dalam kasus dugaan penerima suap terkait proyek pembangkit listrik tenaga mikrohiduro (PLTHMH) di kabupaten Deiyai Papua tahun anggaran 2016.
"Saya memimpin rapat, ditanya mekanismenya memimpin rapat di DPR," kata Mulyadi.
Namun Mulyadi enggan mengatakan mengenai pembahasan proyek pembangkit listrik tenaga mikrohiduro (PLTHMH) di kabupaten Deiyai Papua itu lebih lanjut.
Berdasarkan laman pribadi Dewie, ia tersebut pernah menerima rombongan dari Deiyai pada April 2015 lalu. Mereka mengadu mengenai kebutuhan listrik di wilayah tersebut dan Dewie mendesak ada solusi dalam bentuk energi baru terbarukan.
Dewie Yasin Limpo ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh petugas KPK di bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada 20 Oktober 2015 lalu.
Dewie beserta asistennya Bambang Wahyu Hadi dan sekretaris pribadinya bernama Rinelda Bandaso diduga menerima suap dari pengusaha PT Abdi Bumi Cendrawasih bernama Setiadi dan Kepala Dinas ESDM Deiyai bernama Irenius Adi. Setiadi dan Irenius ditangkap petugas KPK di satu rumah makan di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara.
Suap diberikan untuk memuluskan proyek PLTMH yang bernilai sekitar Rp50 miliar rupiah agar masuk di APBN 2016. Saat penangkapan ditemukan uang 177.700 dolar Singapura yang merupakan bagian pemberian pertama sebesar 50 persen dari nilai "commitment fee".
Bambang, menurut KPK berperan aktif seolah-olah mewakili Dewie dengan Rienelda untuk menentukan nilai komitmen sebesar 7 persen dari total proyek.
Proyek itu merupakan bagian dari proyek unggulan pemerintah untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang diluncurkan pada 4 Mei lalu.
Dewie, Bambang dan Rinelda disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
KPK juga menjerat Irenius dan Iriadi dengan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Dewie ditahan di rumah Tahanan Pondok Bambu sedangkan Bambang ditahan di rutan Detasemen Polisi Militer Guntur sedangkan Rinelda, Setiadi dan Irenius ditahan di rutan gedung KPK. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...