KPK: Korporasi Suap Sanusi Bentuk Grand Corruption
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengungkapan kasus penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara berupa uang suap untuk izin reklamasi melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang kemudian menyeret Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra, Mohamad Sanusi, dan dua orang dari pihak swasta sebagai tersangka pada hari Kamis (31/3), dikatakan oleh Laode M Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai bentuk grand corruption.
“Kami bisa mengatakan ini sebagai grand corruption, karena dari awal, kami berlima ingin menyasar korupsi-korupsi besar yang melibatkan pihak swasta,” ucap Laode dalam konferensi pers, hari Jumat (1/4), di Gedung KPK, Jakarta.
Laode juga mengatakan, “Ini merupakan contoh paripurna, dimana korporasi mempengaruhi kebijakan publik.”
“Bisa dibayangkan kalau semua kebijakan publik dibuat bukan berdasarkan kepentingan publik, tapi hanya diakomodasi oleh pihak-pihak tertentu atau korporasi tertentu. Oleh karena itu, kami harap tidak terjadi lagi di Indonesia,” katanya.
Laode menjelaskan bahwa proyek besar tentang reklamasi sebenarnya sudah lama menjadi permasalahan.
“Proyek besar tentang reklamasi sudah lama diributkan dan diprotes, karena ini bertentangan dengan UU lingkungan hidup, pengelolaan wilayah pesisir, perikanan, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan kebijakan ini tidak sinkron dengan UU diatasnya,” ujar Laode.
KPK menganggap kasus ini penting, karena merupakan contoh paripurna yang dapat dipengaruhi oleh korporasi.
“Coorporation rules banyak yang mengatur Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD) dan lain-lain,” kata Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...