KPK Periksa Dirjen Otonomi Daerah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, dalam kasus penerimaan suap dalam pengurusan sengketa pemilihan kepada daerah di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang bersangkutan diperiksa untuk STA (Susi Tur Andayani) dan TCW (Tubagus Chaeri Wardana)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Jumat (8/11). Pemeriksaan hari ini adalah penjadwalan ulang pemeriksaan pada Rabu (6/10).
Susi adalah salah satu tersangka dalam kasus tersebut dan diduga menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar dalam sengketa pilkada Lebak dari pengusaha Tubagus Cheri Wardana alias Wawan yang juga adik dari gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Wawan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. KPK telah menyita uang senilai Rp 1 miliar di rumah orangtua Susi.
Panel hakim konstitusi yang dipimpin Akil Mochtar pada 1 Oktober 2013 memutuskan untuk mengabulkan permohonan pasangan dari Partai Golkar Amir Hamzah-Kasmin sebagian yaitu memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lebak untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang di seluruh TPS di Kabupaten Lebak.
Selain terkait pilkada Lebak, Akil juga terjerat dugaan suap sengketa pilkada di kabupaten Gunung Mas dengan dugaan suap sebesar Rp 3 miliar.
Panel hakim MK memutuskan menolak permohonan pemohon dalam sengketa Pilkada Gunung Mas pada 9 Oktober sehingga pihak termohon yaitu pasangan Hambit Bintih-Arton S Dohong tetap menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas.
Sehingga disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana tentang hakim yang menerima hadiah.
Akil juga masih terjerat dugaan suap sengketa pemilihan walikota Palembang dan bupati Empat Lawang karena KPK mendapati uang Rp 2,7 miliar di rumah Akil.
Terhadap perbuatan tersebut Akil disangkakan pasal 12 huruf B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai setiap gratifikasi kepada penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Terakhir KPK juga menyangkakan Akil pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 atau pasal 6 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...