KPK Periksa Evi Terkait Kasus Suap PTUN Medan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini Jumat (11/9) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Evi Susanti (ES), istri Gubernur Sumatera Utara nonaktif sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada Majelis Hakim dan Panitera PTUN Medan.
"Iya, yang bersangkutan (ES) diperiksa sebagai tersangka," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hari Jumat (11/9).
Sementara itu, Evi mengaku belum disinggung oleh penyidik soal adanya dugaan suap terkait pembatalan hak interpelasi yang sebelumnya digadang-gadang anggota DPRD Sumatera Utara.
"Selama ini cuman ditanyai soal suap PTUN saja. Kasus saya kan cuman itu," kata Evi setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung KPK, hari Jumat.
"Saya tahu lewat pemberitaan saja, tak tahu yang dimaksud interpelasi itu apa," tambah dia.
Untuk itu, Evi mengharapkan agar kasus suap PTUN yang menjerat suaminya dan dirinya cepat tuntas.
"Mudah-mudahan cepet selesai, saya mau kooperatif pokoknya sama KPK. Mungkin dua kali pemeriksaan lagi, sudah beres semua," katanya.
Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam orang tersangka lain, yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG), serta panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Perkara itu dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012-2014.
Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry mendapatkan uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sebelumnya sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.
Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...