KPK Periksa Tersangka Hadi Poernomo
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini Kamis (23/4) memanggil mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Jenderal Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.
"Hari ini penyidik memanggil HP (Hadi Poernomo) untuk dipriksa dalam kapasitas sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (23/4).
Sementara itu Hadi Poernomo sendiri mememenuhi panggilan KPK sekitar pukul 09.50 dengan mengenakan baju batik warna coklat dan peci warna hitam.
"Diperiksa sebagai tersangka," kata Hadi Poernomo singkat sambil memasuki gedung KPK.
Dia juga mengaku siap jika usai pemeriksaan kali ini dirinya langsung ditahan.
"Kita ikuti proses hukum di KPK," kata dia.
Pemanggilan kali ini adalah pemanggilan keempat, namun Hadi baru kali ini memenuhi panggilan KPK.
Sebelumnya Hadi dipanggil pada 5 dan 12 Maret serta 10 April 2015, namun Hadi Poernomo tidak pernah memenuhi panggilan karena mengaku sakit jantung sehingga dirawat di rumah sakit dan selanjutnya menunggu proses praperadilan.
Hadi juga sudah mendapat jatah sidang praperadilan pada 13 April 2015, namun ia sendiri yang membatalkan gugatan praperadilan tersebut.
KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014, ketika kasus terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004.
KPK sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini namun pemanggilan hari ini adalah pemanggilan pertama Hadi sebagai tersangka, hingga berita ini diterbitkan Hadi belum tiba di gedung KPK.
Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.
Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp 375 miliar.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...