Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 17:52 WIB | Rabu, 11 Oktober 2023

KPU: Batas Usia Capres dan Cawapres Tetap Berdasarkan Undang-undang

Ketua KPU, Hasyim Asy’ari. (Foto: dok. KPU)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan peraturan mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden akan selalu berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sebagaimana diketahui, saat ini aturan batas usia Capres dan Cawapres masih dalam proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saat ini peraturan PKPU (menyebutkan) batas usia Capres Cawapres masih 40 tahun. Kalau nanti ada aturan baru, ya kami sesuaikan,” kata Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, usai acara diskusi di Polri, hari Rabu (11/10/23).

Ketua KPU memaparkan, untuk mengenai tanggal pemilihan presiden dan wakil presiden telah ditandatanganinya. Saat ini, tengah menunggu proses perundangan di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

“Mungkin satu atau dua hari ini selesai diundangkan,” katanya.

Di sisi lain, sebelum pendaftaran Capres dan Cawapres pada 19-25 Oktober 2023 nanti, KPU akan mengumpulkan seluruh parpol guna sosialisasi. KPU juga akan berkoordinasi dengan tim dokter yang akan melakukan pengecekan kepada para bakal calon.

Diinformasi Mulai Muncul

Sementara itu, sebelumnya Ketua KPU mengatakan, informasi yang masuk kategori disinformasi sudah mulai bermunculan dan semakin hari semakin masif, bahwa yang dimunculkan itu di antaranya adalah informasi-informasi yang sudah pernah dikemas pada Pemilu 2014-2019, itu soal lain.

Hal ini disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy’ari menanggapi pertanyaan terkait hoaks dan fitnah melalui media sosial masih akan digunakan dalam Pemilu 2024. Pada Rapat Koordinasi yang digelar oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) terkait Papua, Pemilu, dan Resiko, di Jakarta, Senin (9/10/2023).

“Situasi memanasnya boleh dikatakan bisa jadi tidak sepanas Pemilu 2019 karena beberapa hal. Pertama Pemilu 2019 ada satu situasi yang katakanlah mematangkan atau memanaskan. Hal ini diawali dari Pilkada DKI 2017 yang kemudian diikuti Pilkada 2018 dan ujungnya di Pemilu 2019. Artinya isu dan berbagai macam bahan yang digunakan untuk memanaskan situasi itu berkelanjutan,” kata Hasyim, seperti dikutip laman KPU.

Yang Beda dengan Penilu 2019

Untuk Pemilu 2024 nanti, tidak ada Pilkada 2022 karena masa jabatan kepala daerah yang habis Tahun 2022 tidak diisi lewat Pilkada, tapi oleh penjabat (Pj). Demikian juga kepala daerah yang habis masa jabatannya tahun 2023, juga diisi melalui penjabat (Pj) atau tidak lewat Pilkada. “Setidak-tidaknya tensi beraroma kompetisi sepanjang  tahun 2022-2023 untuk kepala daerah boleh dikatakan situasinya menurun,”katanya.

Orang-orang yang saat ini disebut akan dicalonkan oleh partai politik ke KPU bisa dikatakan adalah orang-orang yang masih berada dalam pemerintahan ataupun pernah berada dalam pemerintahan, sehingga jika mereka akan menggunakan isu saling mencari titik lemah, ini agak problematik, karena pernah merasa pernah dalam satu tim, apakah di dalam Kabinet 2014, Kabinet 2019 atau dalam pemerintahan daerah, paling tidak sama-sama ada di dalam pemerintahan.

“Ini yang membedakan Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019. Calon-calon pasangan presiden pada Pemilu 2019 boleh dikatakan, tokoh utamanya tidak dalam pemerintahan. Nah, sekarang ini profil-profil yang sudah dimunculkan semuanya berasal dari pemerintah, baik di pusat maupun di daerah,” katanya.

Pemilu akan digelar pada tanggal 14 Februari 2024. Dan KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara Pasangan Calon, perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR, dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari setelah hari pemungutan suara.

Artinya, 20 Maret 2024 sudah harus ada penetapan hasil pemilu secara nasional baik itu Pemilihan Presiden, DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota maupun DPD.

Yang membedakan situasi Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019 adalah pada Pemilu 2019 pemilu serentak untuk memilih Presiden, DPR, DPD, DPDR provinsi dan kabupaten/kota, dan tidak ada pilkada. Pilkada digelar pada tahun berikutnya. Sementara untuk Pemilu 2024, Pilkada digelar di tahun yang sama.

Terkait pencalonan kepala daerah, kata Hasyim, salah satu pintunya adalah melalui partai politik dengan memenuhi syarat minimal 20% perolehan kursi di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota.

“Dalam pandangan kami secara berprasangka baik atau positive thingking bahwa persaingan atau kompetisi di 14 Februari pasti ‘kencang’ antara partai politik untuk memperoleh suara dan kursi yang dapat dikonversi menjadi kursi. Namun demikian hasilnya belum bisa dipastikan, terutama dalam pemilu DPRD yang nanti akan dijadikan basis untuk syarat pencalonan kepala daerah,” katanya.

Walaupun dalam situasi kompetitif di Pemilu 2024, partai politik juga akan menahan diri untuk tidak saling berkompetisi habis-habisan. Setelah penetapan hasil pemilu baru diketahui perolehan suara atau kursi. Parpol  baru dapat mengukur dirinya memperoleh batas Minimal berapa untuk pencalonan kepala daerah, 20% atau tidak.

“Parpol pasti akan berpikir untuk mencari teman kalau tidak sampai 20% perolehan kursi, sehingga bisa jadi masing-masing parpol sama-sama menahan diri untuk tidak saling bermain ‘zero sum game’, karena mereka masih memerlukan teman untuk pencalonan pilkada. Bisa jadi itu hikmah positif yang kita peroleh dengan desain keseretakan pemilu seperti ini,” kata Hasyim.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home