KPU Didesak Selenggarakan Pemilu Berkualitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hari ini, Kamis (23/1) sebagian aktivis Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu Berkualitas mendatangi kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk mendesak agar pemilu 2014 menjadi “pemilu berkualitas”. Mereka diterima oleh Arif Budiman dan Sigit Pamungkas, komisioner di KPU.
“Kedatangan kami dipicu oleh keprihatinan karena sudah lama terjadi diskriminasi dan pelecehan terhadap agama-agama minoritas,” ujar Ahmad Suaedy dari Abdurrahman Wahid Center (AWC-UI). “Kami melihat dalam pemilu masih sering terjadi ujaran kebencian (hate speech) dan penodaan agama (blasphemy) dipakai untuk mendiskreditkan kelompok-kelompok minoritas di luar mainstream.”
Ini juga ditegaskan Veri Junaidi dari Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi). “Memang baru dalam pemilu 2014 gerakan ini muncul, karena kami melihat intoleransi yang sekarang ini meningkat,” ujarnya. “Kami khawatir isu-isu SARA (Suku, Agama,Ras, dan Antar-golongan) akan dipakai dalam pemilu sekarang.”
Menurut Veri, pemilu 2014 merupakan pertaruhan penting bagi kualitas konsolidasi demokrasi yang sedang berlangsung di tanah air. Karena itu, sangat penting untuk menjaga proses pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden, agar “berkualitas”.
Sementara itu, Siti Aminah dari ILRC (The Indonesian Legal Resource Center) menekankan, pemilu 2014 diharapkan tidak saja “sukses”, tetapi juga “berkualitas”. “Karenanya kami mengharapkan seluruh pemangku kepentingan dalam pemilu 2014 menjadikan isu anti-hate speech sebagai indikator kualitas pemilu,” tegasnya.
Untuk itu, Gerakan yang terdiri dari berbagai aktivis dan lembaga swadaya masyarakat, seperti AWC, Perludem, ILRC, dll, mendesak KPU agar pasal 28 ayat 1 UU No. 8/2012 tentang Pemilu dilaksanakan. Gerakan tersebut mendesak agar KPU memberi sanksi tegas terhadap peserta pemilu yang melakukan kampanye dengan menyebar hate speech, melakukan penghinaan terhadap kelompok minoritas, terutama agama atau keyakinan yang di luar mainstream.
KPU juga didesak agar menetapkan langkah-langkah praktis dan terukur yang terkait dengan pencegahan dan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar, serta mempublikasikan langkah-langkah tersebut kepada seluruh peserta pemilu. Mereka juga mendesak Polri dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) untuk menindaklanjuti pelanggaran kampanye yang menggunakan isu penodaan agama dan ujaran kebencian.
“Saya sadar kalau kampanye hitam itu memang terjadi,” ujar Arif Budiman, komisioner KPU, saat menanggapi. “Saya sendiri tidak tahu mengapa isu-isu SARA masih dipakai partai politik, padahal tidak menguntungkan mereka. Pemilukada di DKI waktu lalu, misalnya, menunjukkan hal itu. Mungkin isu-isu SARA masih laku di daerah.”
KPU sendiri sudah memiliki aturan jelas bahwa kampanye pemilu dilarang memakai isu-isu SARA. “Masalahnya, SARA sendiri cakupannya sangat luas,” kata Arif. “Peserta pemilu bisa saja berkilah, kampanye mereka tidak menyinggung SARA, karena hanya melukiskan apa adanya. Kalau begitu, maka sanksi yang bisa diberikan hanyalah sanksi administratif, bukan pidana.”
Sigit Pamungkas menambahkan, pada prinsipnya KPU menerima masukan-masukan dari Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu Berkualitas. “Kami punya relawan demokrasi di setiap daerah, dan kami akan mengusulkan agar hal ini menjadi perhatian mereka,” tegas Sigit.
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...