Krisis Bank Century Dipicu Masalah Likuiditas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyebutkan krisis perbankan yang menimpa Bank Century dipicu masalah likuiditas. Hal ini disampaikannya ketika hadir sebagai saksi ahli dalam sidang tersangka kasus Bank Century Budi Mulya di Pengadilan Tipikor Kuningan pada Senin (19/5).
Sigit Pramono berpendapat dampak krisis perbankan dapat berakibat pada perekonomian secara keseluruhan. Hal ini yang menjadi ujung pangkal perdebatan krisis perbankan sehingga disebut berdampak sistemik atau tidak sistemik.
Kondisi yang menimpa Bank Century bila dalam keadaan normal bisa meminjam pendanaan dari pihak bank lain. Tetapi ketika kondisi nasional pada waktu krisis terjadi pada 2008 tidak memungkinkan Bank Century memperoleh pinjaman pihak bank lain.
“Dalam keadaan yang sudah mulai mengarah kepada krisis, apalagi ketika bank itu diterpa suatu isu maka mereka sudah mulai kesulitan. Apalagi memberikan pinjaman karena tahu bank itu sudah mulai bermasalah. Oleh karena itulah satu-satunya jalan mereka akan datang ke Bank Indonesia. Bank Indonesia itu banknya bank. Dalam keadaan suatu bank bermasalah likuiditasnya maka mereka akan meminjam ke bank Indonesia. Secara umum bankir atau pegawai bank menganggap likuiditas itu sangat vital,” jelas Sigit Pramono.
Krisis Perbankan Susah Dipahami Masyarakat Awam
Sigit Pramono mengakui bahwa krisis perbankan yang dipicu likuditas sulit dipahami masyarakat awam.
Dia menggambarkan krisis perbankan yang dipicu likuditas ini mirip keadaan pesawat terbang yang masuk area turbulensi. ”Pesawatnya sudah guncang luar biasa. Pilot dan kopilot mencoba untuk mengendalikan. Awak pesawat juga menenangkan penumpang. Tetapi apa yang terjadi? Orang-orang di darat bisa saja mengatakan di darat tidak terjadi apa-apa? Tidak ada hujan, tidak ada angin, tidak ada petir, dan lain-lain. Tetapi kenapa pesawat yang berada di udara ini berguncang hebat? Itulah krisis likuiditas.”
“Kalau kita ingin mengetahui lebih banyak mengenai krisis perbankan, krisis keuangan, yang dipicu bank gagal karena masalah likuditas sebaiknya ditanyakan kepada orang-orang yg betul-betul mengalami masalah ini, yaitu regulator Bank Indonesia. Dalam hal ini awak pesawat atau para bankir yang mengetahui,” kata Sigit Pramono.
Tanggungjawab Bank Indonesia dalam Krisis Perbankan
Sigit Pramono menyampaikan dalam sistem perbankan di seluruh dunia yang menyangkut Bank Sentral itu ada konsep lander of the last resort. Ketika satu bank bermasalah dalam likuditas maka Bank Sentral atau Bank Indonesia itu harus membantu karena itu tugasnya menurut Undang-Undang.
“Itu suatu mekanisme yang diatur Undang-Undang bahwa Bank Indonesia harus memberikan panduan karena itulah tugas Bank Indonesia. Kewajiban Bank Indonesia untuk melakukan ini kecuali ada pilihan lain untuk mereka tidak mau membantu. Artinya bank itu dibiarkan tutup atau mati.”
Kewenangan menyelamatkan bank itu sepenuhnya berada di tangan Dewan Gubernur Bank Indonesia yang berkompetensi dan memiliki keahlian di bidang perbankan. Dewan Gubernur Bank Indonesia itu dipilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kalau mereka mengatakan satu bank harus diselamatkan atau ditolong karena akan menular ke bank-bank lain itu kewenangan penuh Dewan Gubernur Bank Indonesia.”
Sigit Pramono yang berpengalaman berkarir di perbankan lebih dari 30 tahun menyebutkan keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk menyelamatkan bank itu tidak diukur pada besar kecilnya bank, pengelolaan bank yang buruk, atau bahkan isu yang beredar di mana-mana Bank Century tengah dirampok pemiliknya sendiri. “Itu persoalan yang dipertimbangkan nomer dua. Karena persoalan yang pertama kita bukan soal menyelamatkan bank itu saja tetapi menyelamatkan perekonomian secara keseluruhan.”
“Dalam keadaan krisis ketika Bank Sentral atau Bank Indonesia sudah memutuskan mau menyelamatkan bank, mereka tidak punya pilihan lagi. Karena mereka menjalankan fungsinya menurut Undang-Undang harus menyelamatkan bank ini kalau memang keputusannya perlu diselamatkan.”
Dalam kondisi krisis maka Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus berperan benar sebagai lander of the last resort. Urusan penutupan bank atau bank dirampok pemiliknya itu diurus belakangan setelah bank itu lebih dahulu diselamatkan. “Yang harus pertama kali dilakukan adalah menyelamatkan bank ini demi menyelamatkan perekonomian negeri kita.”
Sesat Pikir Menilai Krisis 1997/98 dan 2008
Ketua Perbanas ini menyebutkan ada sesat pikir dalam membandingkan dan menilai krisis 1997/98 dengan krisis 2008.
“Kenapa saya menyatakan ada yang menyimpulkan dengan keliru? Krisis 1997/98 berangkat dari gejala krisis, krisis kecil, sampai krisis besar sekali ditambah krisis politik. Itu deskripsi yang tidak bisa dibandingkan dengan 2008. Krisis 2008 tidak menjadi besar karena ada bank yang bernama Bank Century itu diselamatkan dan diambil alih oleh Pemerintah.”
Sigit Pramono menilai krisis 1997/98 mendera Indonesia dengan hebat. Hal ini diakibatkan negara tidak siap menghadapinya. Krisis 1997/98 disebutkannya telah menelan biaya 600 triliun Rupiah. Sementara pada 1998 ada 16 bank ditutup sehingga maka menimbulkan rush yang luar biasa. Akhirnya kondisi lapangan ini yang memunculkan sistem penjamin simpanan di perbankan secara penuh dengan blanket guarantee.
“Kalau sampai bangsa ini mengalami krisis yang sama dengan 1998 maka bangsa ini dikhawatirkan bangkrut. Tidak mungkin lagi kita mengalami krisis yang sama sebesar 2008.”
Pada 2008, Pemerintah dalam menangani krisis tidak saja mengambil alih penanganan atas bank milik negara. Tetapi juga mengambil alih penanganan atas bank swasta seperti Bank Century walau itu sebenarnya bukan tanggungjawab Pemerintah. Karena dikhawatirkan kalau ini tidak ditangani akan menimbulkan dampak yang lebih buruk.
“Dari sisi Pemerintah atau regulator seolah-olah menyelamatkan Bank Century. Sebetulnya uang (untuk menyelamatkan Bank Century) diambil dari kas LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Bukan APBN tahun berjalan. Ini penting sekali karena orang meributkan kerugian negara. Sebetulnya yang saya khawatirkan masyarakat atau rakyat itu marah kalau terjadi krisis lagi maka langsung digunakan uang APBN sehingga pembangunan menjadi terhambat. Tetapi negara kita sudah maju. Ketika terjadi krisis tidak sama sekali mengganggu uang APBN tahun berjalan karena menggunakan dana LPS.”
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...