Kristen Irak Minta Perlindungan Internasional
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Patriark Gereja Khaldea Irak meminta perlindungan internasional untuk membantu warga Kristen Irak yang mengungsi akibat perang untuk bisa kembali ke rumah mereka.
Puluhan ribu orang Kristen melarikan diri kota-kota Irak di wilayah utara pada tahun 2014 akibat serangan kelompok ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) yang menguasai kota Mosul dan sekitarnya di Provinsi Nineveh.
Pasukan Irak melancarkan serangan besar-besaran mulai 17 Oktober untuk mengusir militan ISIS dari kubu mereka yang terakhir di Irak.
"Ada sukacita besar di antara orang-orang Kristen pada awal pembebasan Niniwe," kata Patriark Louis Raphael Sako kepada AFP, hari Sabtu (24/12). "Tapi dengan pertempuran terus berlanjut, mereka menunggu dengan rasa takut serta berharap,’’ katanya.
Pasukan Irak yang didukung oleh koalisi internasional telah merebut kembali bagian dari Mosul, tapi menghadapi perlawanan sengit dari para jihadis yang membela kubu terakhir mereka di Irak. Dan mereka menggunakan warga sipil sebagai prisai hidup.
Sementara beberapa kota yang sebelumnya berpenduduk mayoritas Kristen seperti Tal kayf, 15 kilometer di utara dari Mosul, masih di tangan jihadis.
"Di desa-desa yang telah dibebaskan, kerusakan sangat besar. Saya telah mengunjungi desa itu, kehancuran 30 sampai 40 persen," kata Sako. "Gereja-gereja telah rusak, jalan-jalan, dan juga infrastruktur lain."
Namun dia memperingatkan bahwa ISIS harus digulingkan dari Mosul sebelum orang Kristen dapat dengan aman kembali rumah mereka. "Jika Mosul tidak dibebaskan, Daesh akan menyusup ke desa dan menebar teror," katanya. Dia menggunakan akronim Arab untuk ISIS.
Dia mendesak orang Kristen untuk tidak bergabung milisi seperti Brigade Babel, sebuah unit Kristen dalam Hashed al-Shaabi (Populer Mobilisasi) dari kelompok paramiliter Syiah, termasuk yang didukung oleh Iran.
"Jika orang Kristen ingin melindungi kota-kota mereka, mereka harus bergabung dengan tentara atau pasukan Peshmerga (Kurdi)," kata Sako. "Milisi, itu anarki."
Di Irak ada sekitar satu juta orang Kristen sebelum jatuhnya Saddam Hussein pada tahun 2003, tetapi penduduk itu telah menyusut menjadi hanya 350.000 akibat kekerasan sektarian yang mendera negara itu.
Mayoritas mereka yang tetap berada Kasdim, komunitas Kristen Timur yang berafiliasi dengan Gereja Katolik Roma dengan akar di Irak utara. Serangan kelompok ISIS terhadap pendudukan Nineveh dan wilayah lain Irak pada tahun 2014 mempercepat Eksodus.
Kelompok ISIS menekan warga Kristen dengan pilihan untuk menjadi Muslim, membayar pajak yang berat, pengasingan atau dibunuh. Sekitar 120.000 telah melarikan diri. Sako mengatakan mereka membutuhkan perlindungan jika mereka kembali ke daerah yang sebelumnya diduduki oleh jihadis.
"Kami telah meminta jaminan dari masyarakat internasional," katanya. "Harus ada semacam kantor PBB atau kantor Uni Eropa untuk memantau hal itu, daripada membuang orang yang tidak dilindungi ke desa-desa mereka di mana mereka berisiko terancam oleh tetangga mereka."
Dia menyarankan bahwa negara-negara Eropa ikut ambil bagian dalam merekonstruksi sebuah desa atau kota. "Itu akan mendorong penduduk yang mengungsi di Eropa untuk pulang," katanya.
Dia juga menyerukan dialog nasional untuk mendamaikan mosaik Irak yang beragam dalam sekte dan etnis. Dia mengharapkan agar pemerintahan Perdana Menteru Heider Al Abadi dan otoritas keagamaan Syiah yang mendominasi pemerintah mengubah wacana itu.
"Otoritas keagamaan (Muslim) telah mengatakan bahwa adalah baik untuk merayakan Natal bersama warga Kristen," katanya.
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...