KSPI Kritisi Kebijakan Warga Usia 45 Tahun ke Bawah Bekerja Kembali
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mengkritisi kebijakan pemerintah yang mengizinkan masyarakat berusia 45 tahun ke bawah bekerja kembali saat pandemik COVID-19 masih berlangsung.
KSPI dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (12/5), beralasan, sesuai dengan protokol Badan Kesehatan Dunia terkait pencegahan penularan COVID-19, harus melakukan jaga jarak atau physical distancing dan menghindari berkerumun.
"Dengan kata lain, usia 45 tahun ke bawah bukan jaminan kebal dengan corona," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Said mengatakan, sudah banyak pekerja yang dilaporkan meninggal dunia dan positif COVID-19 termasuk yang berusia di bawah 45 tahun.
KSPI mencatat sudah buruh yang meninggal karena diduga COVID-19 di antaranya, dua orang dengan status pasien dalam pengawasan di PT PEMI Tangerang (status PDP), satu orang di PT Denso, dan 8 lain diberitakan positif COVID-19, satu orang di PT Yamaha Music, dan dua orang buruh PT Sampoerna dikabarkan meninggal, sementara puluhan yang lain positif.
"Jadi sikap pemerintah yang memperbolehkan bekerja kembali, sama saja mempertaruhkan nyawa buruh di tengah pandemi corona," kata Said.
Menurut Said, saat ini sudah terjadi kelonggaran di area pembatasan sosial berskala besar (PSBB), misalnya dengan tetap mengizinkan perusahaan tetap beroperasi, sehingga buruh tetap bekerja di tengah pandemi COVID-19.
"Mayoritas industri di manufaktur baru akan meliburkan buruh pada H-3 lebaran sampai dengan H+3," kata Said.
Said mengatakan, kebutuhan pokok masyarakat termasuk buruh yang terdampak pandemi COVID-19, harus dipenuhi negara sebagaimana amanat konstitusi.
"Kami meminta agar pabrik-pabrik yang saat ini masih bekerja segera diliburkan dengan tetap membayar upah dan THR (tunjangan hari raya) secara penuh," katanya.
KSPI, meminta agar pemerintah menambah anggaran untuk bantuan langsung tunai (BLT) kepada para buruh yang terdampak sebagai bentuk subsidi upah. Sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan pokok, seperti sembako, kontrak rumah, hingga membayar biaya penggunaan listrik.
Menurut Said, pemberian subsidi upah seperti itu lazim dilakukan di beberapa negara seperti di Australia, Amerika, Malaysia, dan beberapa negara di Eropa.
"Lagipula dalam situasi seperti ini mau bekerja di mana? Yang ada justru terjadi gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja), dan pemerintah tidak mampu mencegah," katanya.
KSPI juga mendesak agar dana kartu pra kerja diberikan semuanya dalam bentuk tunai, sehingga tidak lagi ada anggaran yang diperuntukkan bagi pelatihan dengan menonton konten video.
"Harus ada audit bagi perusahaan yang melakukan PHK dan tidak membayar THR. Jika kemudian terbukti tidak mengalami kerugian, maka pemerintah harus mewajibkan untuk mempekerjakan kembali buruh yang di-PHK, serta membayar upah dan THR secara penuh," katanya. (Ant)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...