KTT Jenewa 2019, BPPT Dukung Teknologi Jaga Bumi, Cegah Pencemaran Lingkungan
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza, hadir dalam konferensi tingkat tinggi atau Conference of Parties (COPs) Basel, Rotterdam dan Stockholm (BRS) di Jenewa, Swiss, Senin (29/4).
Pada konferensi yang bertema "Clean Planet, Healthy People: Sound Management of Chemicals and Waste" itu, Hammam melihat pentingnya peran BPPT dalam penerapan teknologi guna mencegah pencemaran lingkungan, melindungi kesehatan manusia khususnya di Indonesia.
“BPPT siap mendukung COPs Basel, Rotterdam dan Stockholm ini, melalui penerapan inovasi teknologi untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan terhadap kesehatan, menjaga keamanan dan keselamatan lingkungan, akibat bahan kimia dan pestisida berbahaya,” katanya, melalui pesan, yang dilansir bppt.go.id.
Hammam memaparkan ketiga konvensi itu. Pertama, Konvensi Basel merupakan perjanjian internasional mengenai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Kedua, Konvensi Rotterdam ditujukan agar tak terjadi perdagangan ilegal bahan kimia dan pestisida. “Ketiga, Konvensi Stockholm terkait dengan bahan pencemar organik yang persisten atau persistent organic pollutants (POPs),” katanya.
Terkait pelaksanaan konvensi itu, menurut Hammam BPPT memiliki fasilitas laboratorium uji limbah polychlorinated biphenyls (PCBs), sebagai antisipasi penanganan terhadap limbah yang masuk dalam kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun).
“PCBs merupakan salah satu dari ragam polutan berbahaya yang dikenal sebagai polutan organik persisten (POPs). Bagi manusia dampaknya dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kanker,” katanya.
Hammam menambahkan, laboratorium itu dibangun atas kerja sama dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), agar Indonesia terbebas dari limbah B3 ini. “Sama dengan merkuri dan timbal, zat ini jelas sangat berbahaya,” katanya.
Ditambahkan Hammam, selain bersifat Karsinogenik, PCBs yang termasuk kategori B3 ini juga dapat menyebabkan IQ rendah. Makhluk hidup yang terpapar dampak polutan tersebut, akan sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah tertentu.
“Kalau zat tersebut tersebar di lingkungan dan terpapar ke rantai makanan seperti ayam, ikan, maupun sayuran, maka akan berbahaya bila dikonsumsi oleh kita,” katanya.
Melalui laboratorium uji BPPT ini kata Hammam, dapat dketahui wilayah mana saja yang telah terkontaminasi senyawa berbahaya tersebut.
"Untuk tahu wilayah mana yang terkontaminasi, hanya bisa dilakukan melalui pengujian menggunakan gas kromatografi yang ada di laboratorium BPPT ini," katanya.
PCBs katanya, dapat ditemukan dalam minyak transformator, kapasitor, cat dan bahan pewarna, plastik, kertas rendah karbon dan lain-lain. Untuk aplikasi perdana laboratorium uji PCBs akan digunakan untuk pengukuran PCBs sampel minyak transformer, hasil survei bersama antara KLHK dengan UNIDO di berbagai entitas di Indonesia yang diperkirakan terdapat PCBs.
"Dengan itu kita akan dapat melakukan identifikasi wilayah yang tercemar untuk dapat diputuskan langkah selanjutnya yang diambil, baik remediasi atau isolasi di wilayah terdampak," katanya. Sebagai informasi, Pemerintah sebelumnya telah meratifikasi Konvensi Stockholm, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009.
Dengan ratifikasi tersebut, maka Pemerintah Indonesia berkewajiban melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam kesepakatan internasional tersebut seperti pelarangan produksi, pembatasan penggunaan, pemusnahan bahan atau limbah yang mengandung POPs serta memulihkan lingkungan yang terkontaminasi oleh POPs. Salah satu jenis POPs yang diatur dalam Stockholm Convention adalah polychlorinated biphenyls (PCBs). (bppt.go.id)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...