Kunjungan Wakil Menteri Jepang ke Indonesia Juga Bahas Soal PLTU Batang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Masalah pembebasan lahan projek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah menjadi salah satu pembahasan dalam pertemuan Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, dengan Senior Vice Minister of Cabinet Office of Japan, Yasutoshi Nishimura, pada Senin (15/7).
Jepang meminta pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan pembebasan lahan bagi pembangunan PLTU Batang. Jepang khawatir pembebasan lahan di wilayah tersebut tersendat. Menanggapi kekhawatiran Jepang tersebut, Hatta mengatakan bahwa hal tersebut beralasan. Karena walaupun lahan yang belum dibebaskan tersebut masih tinggal sedikit dari total lahan keseluruhan, lahan tersebut merupakan kawasan vital.
“Hanya tinggal sedikit lahan yang belum dibebaskan,” kata Hatta. Total lahan yang dibutuhkan berjumlah 280 ha, lahan yang mendapat izin sekitar 192 ha, dan yang dibebaskan baru seluas 180 ha.
Pemerintah telah menunjuk PT Bhimasena Power Indonesia, sebuah konsorsium yang terdiri dari tiga perusahaan yaitu Adaro Power, J-Power, Itochu sebagai pihak yang akan membangun PLTU Batang. PLTU dengan tenaga bahan bakar batubara ini rencananya berkapasitas 2.000 megawatt, dan diklaim sebagai PLTU terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Lima desa akan terkena dampak projek ini, antara lain Desa Karanggeneng, Roban, Ujungnegoro, Wonokerso, dan Ponowareng. Dan rencananya PLTU ini akan dibangun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro, Roban. Merupakan kawasan kaya ikan dan terumbu karang, kawasan yang menjadi wilayah tangkapan ikan nelayan dari berbagai wilayah di Pantai Utara Jawa.
Maka proyek PLTU Batang ini mendapat tentangan dari masyarakat kelima desa tersebut. Pada April lalu, Perwakilan Warga Batang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Greenpeace Indonesia dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta datang ke Jakarta untuk mendesak Pemerintah Indonesia untuk membatalkan rencana pembangunan PLTU Batang tersebut.
Bahkan pembangunan PLTU Batang ini juga menimbulkan ekses negatif terhadap warga yang menentang keras rencana pembangunan projek ini. Ada tujuh warga Batang yang dikriminalisasi oleh pemerintah. Lima orang telah diadili di Pengadilan Negeri Semarang dan mendapat vonis yang beragam.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...