Kurtubi: Pembangunan Kilang Baru di Indonesia Timur Penting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan sebagai negara yang kaya dengan hasil alam dan tanah subur, swasembada di Indonesia harus terwujud di semua sektor produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hal tersebut tak hanya soal efisiensi, melainkan juga swasembada Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai langkah strategis pemerintah menuju kedaulatan energi.
“Tak hanya swasembada BBM dan tak cukup hanya dengan membubarkan Petral,” ujar Kurtubi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/5).
Menurut dia, seharusnya Indonesia memiliki program jangka panjang, agar gambaran pembangunan dan kemajuan Indonesia tak hanya dipersiapkan untuk lima tahun saja. Contoh, pentingnya pembangunan kilang baru di Lombok untuk memenuhi kebutuhan BBM bagi wilayah Nusa Tenggara dan Maluku. “Tujuannya, supaya biaya distribusi dapat lebih murah, dibandingkan BBM harus dipasok dari kilang di Kalimantan atau Jawa,” kata Kurtubi.
“Bahkan ironinya, sejak zaman Hindia Belanda kebutuhan BBM di beberapa wilayah tersebut, masih dipasok dari kilang Balikpapan. Akibatnya ongkos angkut begitu mahal karena jarak yang jauh,” Anggota Komisi VII DPR RI itu menambahkan.
Kurtubi menyadari pembangunan kilang membutuhkan waktu tidak singkat, sekitar tiga hingga lima tahun. “Tapi ini demi kepentingan negara di 50-60 tahun ke depan. Maka, Fraksi NasDem di Komisi VII mendorong pemerintah untuk berani mendeklarasikan program ini sebagai program nasional,” tutur dia.
Tambah Kapasitas Kilang
Langkah pertama yang harus dilakukan, menurut politisi Nasdem itu, menambah kapasitas kilang yang telah ada di Indonesia, seperti Cilacap, Balongan, Palembang, juga Balikpapan. Kemudian, membangun kilang baru dengan lokasi lebih dekat dengan konsumen, mengingat kebutuhan BBM kian meningkat. Yang terpenting, langkah ini diarahkan untuk mendorong percepatan menyebarnya pembangunan kilang di wilayah timur Indonesia.
“Misalnya, jika pemerintah berencana membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur, ongkos angkutnya tetap mahal ke wilayah Timur, namun jika dibangun di Lombok, lokasi lebih dekat. Terletak di Selat Lombok yang dalam dan lebar, juga bagian dari ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia-red) yang bisa dilewati oleh kapal- kapal besar tanpa mengganggu jalur pelayaran,” ujar Kurtubi.
Alasan lainnya, Selat Lombok tak sesibuk Selat Malaka. Sehingga untuk kepentingan jangka panjang, kapal tanker yang mengangkut minyak mentah impor untuk diolah di kilang, keselamatannya lebih terjaga. “Melewati ALKI Selat Lombok tak sepadat Selat Malaka, jalur Lombok lebih menjamin keselamatan. Selat Malaka akan semakin ramai, kita harus mulai mencari pusat lalu lintas perairan baru, yakni Lombok,” kata Kurtubi.
Dorongan kepada pemerintah untuk membuat rencana jangka panjang terkait BBM ini, diakui Kurtubi memang membutuhkan dana besar, namun bukan berarti melulu membenarkan upaya efisiensi dengan impor migas.
“Jadi tak hanya dilihat dengan kacamata saat ini. Kita harus memiliki visi Indonesia masa depan. Inilah yang harusnya dipertimbangkan oleh pemerintah,” tutur dia.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...