Landak Jawa, Hewan Berduri yang Harus Dilindungi
SATUHARAPAN.COM – Pernah melihat landak di film kartun atau dalam cerita buku bergambar? Landak yang menjadi tokoh cerita terlihat lucu dan menggemaskan.
Jika dilihat dari parasnya, landak mirip tikus. Namun, tubuh landak lebih besar. Yang menjadi ciri khas satwa langka ini adalah bagian tubuhnya yang ditumbuhi rambut yang mengeras berupa duri panjang dan runcing. Duri-duri pada bagian tubuh landak ini akan mengembang apabila merasa terancam. Secara umum landak memiliki dua macam rambut, yang halus dan rambut yang mengeras seperti duri.
Indonesia, mengutip dari lipi.go.id, dikenal memiliki empat jenis landak, yaitu landak raya (Hystrix brachyura) yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, landak jawa (Hystrix javanica) yang tersebar di Jawa dan Bali, landak sumatera (Hystrix sumatrae) di Sumatera (endemik), dan landak borneo (Thecurus crassispinis) di Kalimantan (endemik).
Landak jawa adalah hewan endemik Pulau Jawa. Landak jawa termasuk kelompok hewan rodentia/pengerat seperti tikus dan tupai.
Landak jawa merupakan hewan yang aktif pada malam hari (nokturnal). Di siang hari biasanya mereka hanya bersembunyi di dalam lubang. Jika malam hari tiba, landak jawa akan keluar untuk mencari makan berupa bagian-bagian tumbuhan seperti akar, umbi, kulit kayu, dan buah-buahan.
Mengutip dari Wikipedia, meskipun tidak terdaftar di Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) sebagai hewan yang terancam eksistensinya di alam, landak jawa diburu orang karena di beberapa tempat merusak tanaman budidaya. Daging landak juga dibuat sate di beberapa tempat. Bahkan sate landak menjadi salah satu menu khas dari Kabupaten Karanganyar.
Perburuan itu menyebabkan landak menjadi salah satu satwa mamalia yang terancam punah dan dilindungi undang-undang, berdasarkan PP RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Terdapat dua jenis landak yang dilindungi di Indonesia, yaitu landak raya dan landak jawa.
Landak jawa (Hystrix javanica) atau dalam bahasa Inggris disebut sunda porcupine, tergolong satwa Indonesia yang menjadi aset keanekaragaman hayati yang vital.
Menurut Dr Wartika Rosa Farida, peneliti zoologi Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang dikutip dari mongabay.co.id, pada (5/4/ 2019), “Hal ini disebabkan pemanfaatan landak di Pulau Jawa meningkat. Selain untuk tujuan perdagangan, juga dalam 15 tahun terakhir semakin mewabah warung makan dan restoran di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menawarkan menu ekstrem berbahan daging satwa liar. Termasuk, landak. Jika hal itu terus terjadi, akan mengancam kelestariannya,” katanya,
Harimau sumatera, landak, dan trenggiling merupakan hewan yang paling banyak dicari pemburu di kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), Bengkulu. “Ketiga jenis hewan itu berada di daftar teratas yang paling sering diburu pemburu,” kata Kepala Bidang Wilayah III TNKS, Bengkulu, Ismanto, 18 Oktober 2014.
Tingginya angka kepunahan ketiga hewan tersebut akibat pemburuan, didorong pula oleh tingginya permintaan terhadap kulit dan daging hewan tersebut dengan mitos untuk menjaga kesehatan.
Morfologi Landak Jawa
Landak terbagi menjadi dua famili, yaitu Erithizontidae dan Hystricidae.
Erithizontidae merupakan famili landak yang ditemukan di Amerika, sedangkan Hystricidae lebih banyak ditemukan di daerah tropis seperti di Afrika dan Asia Selatan. Landak yang banyak ditemukan di Indonesia termasuk dalam famili Hystricidae.
Ciri-ciri fisik yang khas pada landak Jawa, mengutip dari biodiversitywarriors.org, adalah tubuhnya yang diselimuti rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri.
Rambut halus dan duri terdapat di seluruh bagian tubuh landak, kecuali pada bagian hidung, mulut, daun telinga, dan telapak kaki. Fungsi dari rambut halus adalah sebagai pelindung dari cuaca panas maupun dingin, dan sebagai reseptor sensoris.
Rambut peraba berwarna hitam dan putih terdapat di bawah hidung dan di sekitar pipi landak. Rambut peraba merupakan rambut khusus yang tumbuh dari folikel hipodermis. Folikel-folikel tersebut dikelilingi oleh saraf yang responsif terhadap rangsangan mekanik seperti sentuhan atau gerakan.
Pada bagian kepala, tubuh, dan ekor, ditutupi oleh duri yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat mencapai 20 cm. Duri tersebut berwarna kecokelatan atau kehitaman, sering kali terdapat band putih pada duri landak. Setiap duri yang ada pada tubuh landak tertanam di dalam kulit. Duri melekat pada otot yang berfungsi sebagai penarik duri tersebut ke atas (penegang) ketika ada ancaman yang mendekat.
Landak menggunakan duri-durinya dengan dua cara, defensif (bertahan) dan offensive (menyerang). Cara defensi digunakan ketika musuh mendekat atau mengganggu. Pada saat itu, duri-duri landak akan menegang. Cara offensive dilakukan dengan menusukkan sejumlah duri pada bagian tubuh musuh.
Landak jawa memiliki nama ilmiah Hystrix javanica, dikenal sebagai landak ekor pendek Jawa, mengutip dari ipb.ac.id. Landak jawa ditemukan oleh F Cuvier pada tahun 1823 di Jawa. Landak jawa memiliki karakteristik berat rata-rata sekitar 8 kg dengan panjang tubuh sekitar 45.5 sampai dengan 73.5 cm. Panjang ekornya berkisar antara 6 sampai dengan 13 cm.
Landak jawa terdapat di sekitar Pulau Jawa, Lombok, Madura, Flores, dan Sumbawa. Landak jawa dapat ditemukan di hutan, dataran rendah, kaki bukit, dan area pertanian. Pakan landak jawa dapat berupa buah-buahan, sayur-sayuran, akar, dan batang tumbuhan.
Wikipedia menyebutkan, pakan landak jawa juga dapat berupa rumput, daun, ranting, bahkan landak juga dapat mengunyah tanduk rusa, untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuhnya.
Konservasi Landak Jawa
Menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), landak jawa merupakan jenis hewan endemik yang kini telah masuk jenis appendix golongan 3. Dalam istilah lain, keberadaannya masih banyak, namun sewaktu-waktu jumlahnya dapat menurun cepat. Maka dari itu landak jawa termasuk golongan satwa lindung.
Pemanfaatan satwa liar dilindungi, ada aturannya, yakni berasal dari hasil budidaya di penangkaran dan mulai generasi kedua . Bukan menangkap langsung di alam. Sedangkan untuk yang tidak dilindungi, pemanfaatannya bisa dilakukan mulai generasi pertama. Pastinya, semua ini ada prosedur dan peraturan yang harus ditaati .
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), mengutip dari fkh.ugm.ac.id, telah melaksanakan kegiatan pelestarian landak jawa di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Berbagai kegiatan edukasi telah dilaksanakan, antara lain Forum Grup Discussion (FGD) di Tawangmangu pada tanggal 12-13 Agustus 2017, dan edukasi konservasi di kabupaten Ngawi pada tanggal 22 Oktober 2017. Kegiatan ini telah berhasil membangun komitmen antara FKH UGM dan masyarakat, penggiat kuliner landak, peternak dan para pemburu landak, untuk bersama melestarikan landak jawa.
Penangkaran Mamalia Kecil Pusat Penelitian Biologi- LIPI, mengutip dari repository.ipb.ac.id, merupakan tempat penelitian satwa yang telah berhasil menangkarkan landak jawa. Teknik pengelolaan landak jawa di penangkaran dinilai berhasil karena telah mengembangbiakan landak jawa dengan tingkat kelahiran sebesar 62.5 persen, tingkat kematian 0 persen, dan induk produktif 66,7 persen pada pengelolaan tahun 2014.
Pelepasliaran landak jawa dilakukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan jumlah 20 ekor.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...