Laporan AS Kritisi Kemajuan HAM di China
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Sebuah komisi pemerintah Amerika Serikat hari Kamis (10/10), melaporkan catatan praktek Hak Azasi Manusia di China belum membaik di bawah kepemimpinan baru dan memicu kekhawatiran dalam sejumlah isu, mulai dari hak-hak kelompok minoritas hingga aborsi paksa.
Dalam laporan tahunan itu, Komisi Eksekutif Kongres tentang China menyebutkan adanya "signal (awal) yang memiliki potensi menjanjikan" dari kepemimpinan baru negara itu, yang mengambil alih kekuasaan pada Maret. Namun laporan itu kemudian mengatakan bahwa segera jelas jika (kepemimpinan baru) itu tidak akan "merangkul atau bahkan mentolerir" diskusi publik mengenai reformasi kunci.
"Di tengah pembicaraan tentang babak baru reformasi ekonomi di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, laporan tahun ini tersebut berfungsi sebagai pengingat penting jika China ternyata tidak lebih dekat dari memfasilitasi hak asasi manusia warganya" daripada saat negara itu bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia pada tahun 2001, kata Senator Sherrod Brown, ketua bersama komisi itu yang dikenal memiliki pandangan cukup kritis terkait perdagangan.
Laporan tersebut merekomendasikan agar Amerika Serikat menekan China untuk melanjutkan dialog dengan pemimpin spiritual Tibet di pengasingan Dalai Lama atau perwakilannya, di tengah gelombang aksi bakar diri warga Tibet sejak 2009 untuk memprotes pemerintahan Beijing.
Pihak berwenang China "tahun lalu gagal untuk menanggapi keluhan warga Tibet dengan cara yang konstruktif atau menerima pertanggungjawaban atas penolakan Kebijakan China oleh warga Tibet," katanya.
Laporan itu mengatakan China juga melakukan aborsi dan sterilisasi paksa guna menegakkan kebijakan kependudukan yang membatasi sebagian besar warganya untuk hanya memiliki satu anak.
Komisi itu mendesak para pembuat kebijakan Amerika Serikat untuk menekan China guna "menghentikan pemaksaan dan aksi kekerasan terhadap perempuan selama pelaksanaan perencanaan jumlah penduduk dan untuk memperjelas ketentuan hukum China yang akan melindungi perempuan terhadap pelanggaran hak asasi serupa."
Anggota parlemen Chris Smith, ketua bersama yang lain komisi itu dan penentang keras aborsi, memuji laporan itu karena menggunakan "istilah terkuat saat ini" mengenai kebijakan satu anak yang "kejam".
Laporan itu juga meminta Amerika Serikat untuk menanyai para pejabat China tentang indikasi peluang mereka mereformasi kebijakan pendidikan-kembali mereka melalui kamp kerja paksa, yang mana tahanan - sering dari gerakan spiritual Falungong yang dilarang - melaporkan kekerasan fisik yang sistematis saat mereka ditekan untuk meninggalkan keyakinan mereka .
Komisi itu, yang dibentuk oleh Kongres pada tahun 2000 , terdiri dari anggota Senat, Dewan Perwakilan dan pemerintahan Presiden Barack Obama, meskipun laporan tersebut tidak dianggap sebagai kebijakan pemerintah.(Ant)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...