Laporan: CSW Memperingatkan Meningkatnya Intoleransi Agama di Indonesia
LONDON, SATUHARAPAN.COM - Laporan baru Christian Solidarity Worldwide (CSW) tentang Indonesia akan diluncurkan pada tanggal 25 Februari 2014 di Parlemen Inggris memperingatkan meningkatnya Intolerasnsi Agama di Indonesia, dalam keadaan yang berbahaya.
Laporan tersebut memperingatkan bahwa "intoleransi agama di Indonesia tidak lagi terbatas pada bidang-bidang seperti Jawa Barat dan Aceh, dikenal sangat konservatif, juga tidak terbatas pada orang-orang Kristen dan Ahmadiyah. Muslim Syiah, Muslim Sufi, Konghucu, Buddha, Hindu, Baha'i, orang-orang Yahudi, orang-orang percaya adat tradisional dan juga ateis semua di bawah ancaman penyerangan."
Pluralisme dalam Bahaya
Menurut laporan tersebut disebutkan, Indonesia: Pluralisme berada dalam bahaya, karena maraknya intoleransi agama di seluruh nusantara, hal ini didasarkan pada lebih dari 15 tahun bekerja di Indonesia oleh CSW dan berisi kesaksian tangan pertama dan analisa komprehensif atas kecenderungan seperti impunitas dalam kejahatan terhadap minoritas agama dan kriminalisasi korban penganiayaan.
Peluncuran acara di Parlemen
Acara peluncuran di House of Commons bersama Para Pihak Parlemen Group (All Party Parliamentary Group/APPG) Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan Internasional, APPG untuk Indonesia dan APPG untuk Ahmadiyah. Ini akan disajikan di Parlemen Eropa seminggu kemudian, pada tanggal 4 Maret 2014.
Sebuah delegasi lintas agama dari Indonesia direncanakan akan bersaksi di sidang untuk meluncurkan laporan, yakni: Pendeta Favor Bancin dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dr Ahmad Suaedy, Direktur Eksekutif Abdurrahman Wahid Centre for Inter - Faith Dialogue, di Universitas Indonesia dan mantan Direktur Wahid Institute, Pastor Benny Susetyo dari Konferensi Uskup Katolik, dan Perwakilan dari komunitas Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia.
Para pemimpin agama dan ahli yang mengkhususkan diri untuk studi Indonesia telah mendukung laporan tersebut, termasuk Martin van Bruinessen, dari Utrecht University, yang menggambarkannya sebagai studi "tepat waktu dan baik diteliti" dari "perkembangan yang paling mengkhawatirkan pasca - Suharto Indonesia." Kelambanan pemerintah "atau lebih buruk," kata van Bruinessen, telah "menghilangkan hak paling dasar dari banyak orang Indonesia dan boleh di bilang telah memberi ruang bagi kelompok intoleran dalam masyarakat."
Dr Peter Carey, Adjunct Profesor di Universitas Indonesia dan Emeritus Fellow di Trinity College, Oxford, telah menggambarkan laporan itu sebagai "bacaan wajib" bagi siapa pun yang peduli tentang masa depan Indonesia. "Posisi tegas terhadap fanatisme agama dan menjaga tradisi yang mahal yakni pluralisme dan toleransi sangat penting jika Indonesia ingin mewujudkan potensi penuh sebagai demokrasi terbesar di Asia Tenggara, " kata Carey.
Laporan ini berisi analisis mendalam atas kebijakan Pemerintah Indonesia dan tindakannya yang disimpulkan dalam laporan, bahwa Pemerintah telah ikut menyulut intoleransi. Ada juga rekomendasi rinci, yang secara khusus berkaitan dengan pemilu Presiden mendatang pada tahun ini.
Benedict Rogers, penulis laporan dan Tim Leader CSW Asia Timur, mengatakan beberapa pokok penting dari laporan ini, antara lain:
1) Laporan ini dimaksudkan sebagai peringatan dini untuk Indonesia dan masyarakat internasional, yang memperingatkan bahwa banyak tradisi di Indonesia yang sebelumnya merayakan pluralisme agama dalam bahaya kepunahannya yang serius.
2) Sebagai seorang pemimpin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberlakukan undang-undang yang paling diskriminatif dalam sejarah negara itu.
3) Presiden SBY Dia telah memberikan semacam lisensi kepada kelompok ekstrim agama untuk menyebarkan kebencian dan melakukan kekerasan.
4) Beberapa menteri dalam kabinet SBY telah membuat komentar yang menyulut serta menjadi lampu hijau untuk aksi intoleransi.
5) Meningkatnya jumlah gereja, masjid Ahmadi, kelompok jemaah Syiah dan minoritas agama lain yang telah ditutup secara paksa, kekerasan diserang atau terpinggirkan, dan banyak orang Indonesia sekarang hidup dalam ketakutan.
6) Dengan adanhya pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun ini, adalah waktu yang tepat untuk menyoroti isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan ini dan mendesak pemerintah baru untuk mengambil tindakan untuk mencegah intoleransi lebih lanjut serta mampu melindungi dan mempromosikan nilai-nilai pluralisme di Indonesia. (PR)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...