Laporan: Kombinasi Hydroxychloroquine dan Azithromycin untuk COVID-19
SATUHARAPAN.COM-Kombinasi hydroxychloroquine dan azithromycin telah menunjukkan efektif dalam mengobati pasien dengan virus corona baru (COVID-19), menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti Prancis pada 80 kasus orang yang pulih dari virus dalam waktu enam hari perawatan.
Studi ini dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Didier Raoult dari IHU-Mediterranee Infection di Prancis, menurut laporan AFP.
Dari 80 pasien yang menerima kombinasi hydroxychloroquine dan azithromycin, Raoult dan timnya menemukan peningkatan klinis pada semua kecuali satu pasien, 86 tahun yang meninggal. Satu pasien berusia 74 tahun masih di ICU pada saat penelitian diterbitkan.
Hydroxychloroquine adalah obat anti-malaria dan anti-inflamasi yang digunakan untuk mengobati gangguan auto-imun seperti lupus dan rheumatoid arthritis, tetapi telah dicoba dengan beberapa keberhasilan terhadap gejala terinfeksi virus corona novel.
Secara regional, Bahrain adalah salah satu negara yang pertama yang menguji hydroxychloroquine untuk pengobatan untuk COVID-19, setelah pertama kali menggunakan obat tersebut pada 26 Februari, dua hari setelah mendaftarkan kasus pertama virus corona, menurut laporan Al Arabiya.
Di seluruh dunia, negara-negara memperluas akses ke hydroxychloroquine dan chloroquine, senyawa terkait yang merupakan bentuk sintetik dari kina, yang berasal dari pohon kina dan telah digunakan selama berabad-abad untuk mengobati malaria.
"Kami mengkonfirmasi kemanjuran hydroxychloroquine yang terkait dengan azitromisin dalam pengobatan COVID-19 dan potensi efektivitasnya dalam penurunan dini penularan," kata para peneliti Perancis itu dalam kesimpulan studi mereka.
“Mengingat kebutuhan terapeutik yang mendesak untuk mengelola penyakit ini dengan obat-obatan yang efektif dan aman, dan mengingat biaya yang dapat diabaikan baik dari hydroxychloroquine dan azithromycin, kami percaya bahwa tim lain harus segera mengevaluasi strategi terapi ini untuk menghindari penyebaran penyakit dan untuk merawat pasien sebelum komplikasi pernafasan yang sulit disembuhkan dan parah terjadi,” tambah para peneliti.
Sejauh ini, masih ada perdebatan di antara para ahli medis tentang penggunaan klorokuin sebagai pengobatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyetujui penggunaan klorokuin untuk pengobatan simtomatik virus corona. Di Amerika Serikat, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration / FDA) saat ini sedang mempelajari cara untuk membuat obat yang tersedia untuk penggunaan darurat, tetapi dengan cara memberikan data pemerintah tentang apakah itu aman dan efektif. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...