Laporan PBB: Perempuan di Korut Disiksa dan Diperkosa
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Sejumlah perempuan dalam tahanan di Korea Utara mengalami penyiksaan, pemerkosaan, dan "berbagai kekerasan serius" lainnya oleh aparat keamanan dan anggota kepolisian setempat, menurut laporan PBB yang diterbitkan hari Selasa (28/7). Disebutkan korbannya lebih dari 100 orang.
Seratus lebih perempuan yang jadi korban kekerasan itu ditahan aparat pada kurun 2009-2010 setelah mereka gagal kabur dari Korea Utara. Setelah mereka dibebaskan, mereka diwawancarai oleh penyidik dari PBB di Seoul, dan mengaku mereka kelaparan, kurang tidur, tidak mendapat cahaya matahari yang cukup dan udara segar selama di penjara dan tahanan.
Laporan berjudul “I Still Feel The Pain” (“Saya Masih Merasakan Rasa Sakit”), mengungkapkan banyak penyintas mengaku mereka jadi korban kekerasan, tubuhnya diperiksa secara kasar, mengalami aborsi paksa, bahkan pemerkosaan oleh aparat. Setelah menjalani masa hukuman di penjara, ratusan perempuan itu berhasil melarikan diri ke Korea Selatan.
"Saya tidak tidur dan terus bekerja demi menghindari siksaan. Saya tidak ingin dipukul. Siksaan itu begitu parah sampai saya ingin bunuh diri," kata seorang penyintas dikutip dalam laporan itu.
Korea Utara belum menanggapi isi laporan, namun, beberapa kali pemerintah mengatakan kritik yang menargetkan catatan buruk penegakan HAM di Korea Utara merupakan "plot untuk menggulingkan rezim," menurut laporan Reuters.
Seorang penyintas lainnya menceritakan ia diperkosa oleh aparat pada 2010 pada awal malam dalam tahanan.
"Ia (pelaku, red.) mengancam bahwa... saya akan dipermalukan jika menolak. Dia bahkan mengatakan dapat membantu saya dibebaskan lebih cepat jika saya melakukan apa yang dia minta," kata korban.
Seruan Tidak Mendeportasi Pembelot Korut
Pengumpulan kesaksian dan informasi di Korea Utara merupakan pekerjaan yang sulit. Laporan itu juga kesulitan mengumpulkan informasi di Korut yang membatasi kemampuan PBB untuk memverifikasi kesaksian para penyintas.
Salah satu penyusun laporan dan pegawai PBB bidang HAM, Daniel Collinge, mengatakan laporan itu bertujuan memberi tekanan bagi Pyongyang agar pemerintah Korut memperbaiki kualitas penegakan HAM.
Dia juga mendesak otoritas di negara-negara lain untuk tidak mendeportasi para pembelot dari Korut yang telah mempertaruhkan hidup mereka untuk mendapatkan kebebasan dan hidup yang layak.
Pemerintahan Korea Selatan yang dipimpin Presiden Moon Jae-in belum lama ini dikritik sejumlah pihak karena mencabut izin kelompok masyarakat Korut yang berhasil membelot. Bahkan, Korsel sempat melarang kelompok itu mendistribusikan brosur kampanye anti Pyongyang melewati perbatasan. Langkah itu dilakukan karena Korsel berusaha memperbaiki hubungan dengan Korut.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...