Laporan: Penganiayaan Terhadap Penganut Agama Meningkat di Seluruh Dunia
BONN, SATUHARAPAN.COM - Tiga tahun yang lalu, Asaia Bibi, seorang pekerja pada sebuah pertanian di Pakistan menghadapi tuduhan berbahaya, "Kamu menghina Nabi!" Dalam waktu singkat, ibu dari lima anak itu digiring ke pengadilan distrik di kota Nankana Sahib di Provinsi Punjab. Para hakim memutuskan Bibi, seorang Kristen, bersalah karena menghujat dan menjatuhkan hukuman mati terhadapnya.
Belakangan terbuka bahwa Bibi adalah korban pembunuhan karakter. Meskipun demikian, dia tetap di penjara, dan eksekusi masih belum jelas. Undang-undang penghujatan di Pakistan membuatnya mudah untuk menjadikan orang-orang yang tidak populer dimasukkan ke balik jeruji besi, baik itu Kristen, Muslim atau atheis.
Kisah tersebut diungkapkan terkait laporan penganiayaan pemeluk agama yang dimuat oleh Deutsche Welle (dw.de) berjudul Persecuted Christians suffer for their faith (Penganiayaan terhadap umat Kristen karena iman mereka).
Namun demikian, laporan itu juga menyebutkan penganiayaan terhadap pemeluk agama lain. Dan penganiayaan yang terkait pengekangan atas hak bebasan beragama terhadap Kristen pada dasarnya juga menyangkut kebebasan pemeluk agama lain.
Meningkatnya Penganiayaan
Ada semakin banyak cerita seperti kasus Asaia Bibi, seperti diungkapkan dalam laporan Ecumenis tentang Kebebasan Beragama Kristen Seluruh Dunia (Ecumenical Report on the Religious Freedom of Christians Worldwide) yang diterbitkan baru-baru ini. Laporan itu merupakan hasil penelitian bersama sejumlah denominasi terkemuka Jerman.
Laporan ini menemukan bahwa pelanggaran hak atas kebebasan beragama terus meningkat sejak tahun 2007 di seluruh dunia. Hal itu terjadi karena adanya undang-undang pada negara bersangkutan atau terkait permusuhan sosial.
Laporan itu mengatakan hal ini berlaku untuk semua agama di semua benua. Kaum Muslim mengalami penindasan di 117 negara. Hal itu menempatkan penganut Islam pada urutan kedua paling banyak mengalami diskriminasi kebebasan beragama.
Sedangkan umat Kristen, agama dengan penganut terbesar di dunia dengan sekitar 2,18 miliar orang percaya dari berbagai denominasi, berada pada puncak daftar yang mengalami penganiayaan. Umat Kristen didiskriminasi di 130 negara.
Kepentingan Umum
Nikolaus Schneider, Pimpinan Gereja Protestan Jerman (EKD), dan Uskup Agung Katolik, Robert Zollitsch, mendapat tugas membuat laporan dengan fokus khusus pada "orang Kristen yang menjadi korban kebencian, kesusahan dan penganiayaan."
“Hal ini adalah kepentingan umum,” kata Schneider dan Zollitsch. Keduanya tegas dalam kata pengantar mereka bahwa, "Di mana orang-orang Kristen dilecehkan, kebebasan agama lain berada di bawah tekanan juga."
Penulis studi yang juga ahli hak asasi manusia, Theodor Rathgeber, memutuskan untuk tidak bergantung pada perkiraan untuk menentukan di mana tekanan tersebut terjadi dan bagaimana cara kerjanya.
Peneliti yang berbasis di Göttingen, Jerman itu mendasarkan temuan studi yang dilakukan oleh PEW Research Center, yang juga didasarkan pada data dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan informasi internasional lainnya, serta data dari Human Rights Watch.
"Secara umum, pembatasan beragama tidak secara khusus ditujukan kepada orang-orang Kristen," Rathgeber menyimpulkan. Sebaliknya, hal itu menunjukkan "lingkungan sosial di mana komunitas agama lain dan kelompok-kelompok non agama sama-sama mengalami dampaknya," kata dia.
Hal itu terjadi di Mesir, Indonesia, Arab Saudi, Rusia, Myanmar, Iran, Vietnam, Pakistan, India, Bangladesh dan Nigeria. Negara-negara ini melaksanakan pembatasan terbesar pada kebebasan beragama, menurut laporan tersebut.
Anti Penghujatan
Di 64 negara lainnya, pembatasan yang signifikan dilakukan oleh pemerintah dengan menerapkan undang-undang anti penghujatan atau keistimewaan bagi masyarakat tertentu. Mereka mencakup negara dengan populasi besar seperti China, India dan Rusia. Akibatnya, sekitar 70 persen dari populasi dunia tunduk pada pembatasan besar atau ekstrem.
Komunitas-komunitas keagamaan di Afrika Utara dan di negara-negara Asia di bawah pemerintahan otoriter, seperti China dan Myanmar, serta Timur Tengah, termasuk Iran, juga mengalami pembatasan.
Studi ini mencatat peningkatan pelanggaran hak asasi manusia di Afrika sub Sahara, yang mencakup pembatasan seseorang dalam kebebasan untuk menjalankan agama. Situasi yang berbeda di beberapa negara Eropa Timur dan Eropa.
Penelitian ini sengaja tidak menyebut jumlah korban. Menurut Rathgeber, angka-angka tersebut tidak dapat diandalkan karena biasanya didasarkan pada perkiraan. Organisasi “Open Doors” mengklaim ada 100 juta orang Kristen yang dianiaya di seluruh dunia.
Laporan Gereja-gereja tentang catatan kasus penganiayaan Kristen di banyak negara, dan semua di negara-negara Muslim. Di Mesir, misalnya, umat Islam dilarang secara resmi berganti memeluk agama Kristen. Sering kali, mereka diancam dengan hukuman penjara dan dokumen identitas mereka ditolak untuk diganti dengan menyebutkan agama baru yang dianut.
Sekitar 80 juta orang Kristen tinggal di Nigeria, negara yang paling padat penduduknya di Afrika sub Sahara, dan banyak dari mereka yang mengalami permusuhan dari orang-orang Muslim yang sebangsa bagi mereka.
Kasus Indonesia
Laporan itu juga menyebutkan sejumlah kasus penting di Indonesia. Jermaat HKBP Filadelfia sebagai contoh, di mana mereka tidak bisa membangun rumah ibadah, meskipun mempunyai hak untuk itu. "Pendeta menerima ancaman pembunuhan, gereja dilempari dengan batu, dan kantong berisi air kencing dan telur busuk, serta blokade jalan yang menghambat mereka memasuki gereja,” kata laporan itu , menambahkan bahwa polisi berdiri dan melakukan apa-apa , sementara kabupaten administrator mengabaikan putusan pengadilan administratif.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa di Vietnam, gereja-gereja sangat dirugikan. Kristen di Pakistan dan penganut keyakinan yang berbeda di Iran hidup dalam bahaya. Dan "hampir semua orang Kristen telah diusir dari Korea Utara."
Studi ini juga menemukan "bukti tentang pusat rehabilitasi di Korea Utara, di mana anggota dari agama serta organisasi sekuler yang menunjukkan kecenderungan membangkang dipaksa untuk dicuci otak."
Sampai hari ini, komentar yang menghina tentang komunitas agama non Muslim dapat ditemukan dalam buku sekolah Turki. Kristen dan Yahudi banyak difitnah di media, kata laporan itu. "Para pendeta juga diganggu melalui telepon yang mengancam, dan ada gereja-gereja Protestan yang hancur dan rusak, dan individu serta bangunan yang ada di bawah perlindungan polisi." (DW.DE)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...