LBH APIK: Tes Keperawanan Polwan Hina Martabat Perempuan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga yang bertujuan menciptakan kondisi yang setara antara perempuan dan laki-laki, LBH APIK mengecam keras tes keperawanan dalam proses rekrutmen Polisi Wanita Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam siaran pers, Sabtu (22/11) LBH APIK melalui koordinatornya, Nursyahbani Katjasungkana menuliskan bahwa laporan Human Rights Watch menunjukkan bahwa tes keperawanan masih diberlakukan oleh Polri untuk rekrutmen Polwan. Dalam laporan hasil penelitian Human Rights Watch tersebut disampaikan pula bahwa perempuan merasa tidak nyaman, ketakutan dan trauma bahkan ada yang pingsan ketika menjalani tes keperawanan tersebut.
Praktik dan atau kebijakan yang dijalankan Polri tersebut jelas dapat dikategorikan sebagai perilaku yang kejam sehingga melukai rasa kemanusiaan, merendahkan martabat perempuan dan diskriminatif terhadap perempuan terutama hanya diberlakukan terhadap calon Polwan.
Kebijakan dan praktik test keperawanan tersebut, apalagi dilakukan oleh pejabat publik seperti kepolisian, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia baik yang termuat dalam konvensi-konvensi Internasional khususnya Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan yang prinsip-prinsipnya sudah termuat dalam UUD 1945 pasal 28I ayat (1) dan (2) yang berbunyi;” (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Dan juga melanggar undang-undang organik lainnya khususnya melanggar Pasal 21 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi; “Setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi objek penelitian tanpa persetujuan darinya.” Dan pasal 33 yang berbunyi : “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.”
Selain itu, pemerintah Indonesia harusnya juga tunduk kepada berbagai Konsensus Internasional yang telah ditandatanganinya seperti Deklarasi dan program Aksi Beijing dan Deklarasi dan Program Aksi Kairo yang menekankan pentingnya hak atas integritas dan keutuhan jasmani dan rohani sebagaimana juga telah dimuat dalam pasal 2 UU 39/1999 tentang HAM. Kami mendukung pernyataan dari Kompolnas yang menyatakan bahwa yang perlu diketahui adalah kecenderungan kinerja dan sifat yang diperlukan bagi seorang Polwan untuk meningkatkan kinerja Polwan dan Kepolisian umumnya. Akan tetapi tes keperawanan tak ada hubungannya dengan kinerja yang sangat diharapkan masyarakat dari seorang Polwan.
Kami juga sangat mendukung kebijakan pemerintah dalam hal ini Polri dan DPR yang telah menyetujui kebijakan untuk menambah jumlah Polwan sampai dengan 5 % dari 400 ribu Polisi Laki-laki yang sekarang ada yakni dengan merekrut 7.000 Polwan baru. Namun kami menolak cara-cara rekrutmen yang melanggar HAM seperti halnya test keperawanan tersebut meski atas alasan kesehatan sekalipun.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut APIK mendesak Kapolri untuk segera menghapuskan test keperawanan serta kebijakan dan praktik-praktik tidak manusiawi lainnya termasuk juga praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme dalam proses perekrutan Polwan dan Polki pada umumnya.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...