LBH Desak Kepolisian Bangka Hentikan Pengusiran JAI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Bidang Isu Kelompok Minoritas dan Rentan Lembaga Bantuan Lembaga Hukum (LBH) Jakarta, Pratiwi Febry, mengatakan LBH mendesak Kepolisian di Kelurahan Srimenanti, Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka untuk menghentikan pengusiran kepada Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) hari Jumat (5/6) ini.
“Kepolisian setempat harus melakukan penindakan hukum tegas kepada para pelaku intoleransi, kekerasan dan penyebaran kebencian,” kata Pratiwi di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, hari Jumat (5/2).
“Bupati Bangka harus segera mencabut kebijakan diskriminatif yang ditujukan terhadap JAI. Bupati sebagai Kepala Derah juga dalam hal ini harus bertanggung jawab bilamana terjadi pengusiran maupun tindak kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban maupun perusakan atau kehilangan harta benda yang dialami oleh kelompok JAI,” dia menambahkan.
JAI cabang Bangka resmi menjadi cabang organisasi JAI di Bangka pada tahun 1989 di Tanjung Ratu dan pindah ke Srimenanti sejak tahun 2006. Sejak awal berdirinya sampai hari ini belum pernah keberadaan anggota JAI cabang Bangka menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
“Bahkan pasca tahun 2004 saat terjadi pembakaran masjid JAI di Bangka atas perintah Tarmizi H, yang pada waktu itu menduduki jabatan sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka, anggota JAI Bangka tidak pernah melakukan tindakan balasan apapun. Mereka tetap hidup berdampingan dengan masyarakat setempat lainnya.” Kata dia.
“Sebanyak 62 jiwa saat ini sedang terancam dan mereka menantikan kehadiran negara untuk menjamin keselamatan serta hak asasi mereka sebagai warga negara yang berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia,” dia menambahkan.
Sementara itu, Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa, mengatakan bahwa empat pilihan penanganan yang dikemukakan oleh pemerintah Kabupaten Bangka yang berupa pertama meninggalkan Bangka atau pemulangan, kedua evakuasi sementara waktu, ketiga lokalisir dengan melakukan pembinaan, dan keempat ditempatkan di suatu tempat seperti lahan pertanian, jelas ini bertentangan dengan konstitusi dan bukanlah solusi atas akar permasalahan yang dihadapi.
“Tindakan serta kebijakan pemerintah daerah setempat yang menyeleweng dari semangat konstitusi dan janji presiden dalam Nawa Citanya (terutama butir ke-9), menurut kami merupakan tindakan insubordinasi dan berbahaya bagi kesatuan serta kebinekaan Indonesia. Ancaman disintegrasi bangsa justru dipicu oleh sikap para pihak baik pejabat maupun aparat pemerintah, atau kelompok masyarakat yang intoleran serta vandal seperti ini,” kata dia.
”Oleh karenanya Presiden RI harus menindak tegas pihak-pihak tersebut. Jangan sampai bangsa kita mengulang kembali sejarah kelamnya lima tahun lalu dalam menyikapi kebhinekaan,” kata dia.
Sebelumnya lima tahun sudah peristiwa Cikeusik -6 Februari 2011- berlalu, namun masih lekat di ingatan mengenai luka serta dampak yang disisakan.
Hari ini Jumat (5/2), intoleransi, kekerasan dan ujaran kebencian itu kembali mengancam kebinekaan Indonesia (Nawacita butir ke-9). Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kabupaten Bangka kembali menerima ancaman pengusiran dan ancaman tindakan/ujaran kekerasan serta kebencian dari sekelompok warga intoleran. LBH Jakarta mengecam tindakan tersebut dan menuntut kehadiran negara melindungi para korban dan menindak dengan tegas para pelaku.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...