Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 15:50 WIB | Minggu, 07 Agustus 2016

Legislator Nilai Kesepakatan Tiga Negara Hanya Retorika

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kedua kiri) bersama delegasi Indonesia mendengarkan pandangan Menteri Pertahanan Filipina, Delfin N. Lorenzana (kanan) dalam Pertemuan ke-3 Trilateral Menteri-Menteri Pertahanan di Nusa Dua, Bali, Selasa (2/8). Pertemuan tiga negara yaitu RI, Malaysia dan Filipina tersebut untuk membahas langkah-langkah pengamanan Laut Sulu menyusul di kawasan tersebut makin sering terjadi gangguan keamanan akhir-akhir ini. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menilai pemerintah belum serius melakukan kesepakatan tiga negara yakni, Malaysia dan Filipina melalui beberapa pertemuan tingkat tinggi sepakat untuk mengamankan titik-titik rawan di kawasan dari perompakan dan pembajakan.

Charles melihat sampai detik ini kesepakatan tersebut baru retorika belaka dan ajang foto-foto saja. Belum ada realisasi karena katanya terhambat hal-hal teknis.

“Saya mendapat informasi bahwa seorang WNI kembali menjadi korban penculikan oleh kelompok yang ditenggarai sebagai bagian dari Abu Sayyaf. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi,” kata Charles dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, hari Minggu di Jakarta (7/8).

Kesepakatan antara Indonesia, Malaysia dan Filipina untuk melakukan patroli bersama, intelligence sharing dan bantuan darurat harus segera direalisasikan. Hal ini untuk mejaminan keamanan di kawasan terhadap ancaman terorisme, perompakan dan perampokan bersenjata. Pola-pola lain seperti model eyes in the sky (kerja sama Indonesia, Malaysia dan Singapura) di Selat Malaka yang berhasil menekan angka perompakan dalam beberapa tahun terakhir juga bisa ditiru.

Selain itu,kata Politisi Fraksi PDIP Perjuangan ini, Indonesia dan komunitas internasional harus menekan Filipina sebagai negara yang sudah 20 tahun lebih telah meratifikasi, International Convention Against The Taking Of Hostages untuk berbuat lebih lagi dalam upaya mencegah dan menangani kasus-kasus penculikan dan penyanderaan di wilayah teritorialnya. Dalam beberapa tahun terakhir tercatat ada ratusan penculikan dan penyanderaan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Filipina Selatan.

“Saya belum lama mendampingi ibu Dian Mega dan 5 orang lainnya yang merupakan anggota keluarga WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayaf untuk berdialog dengan pihak Kemenlu,” kata dia.

Menurut Charles sudah 48 hari keluarga menunggu kepulangan korban dengan penuh kecemasan. Belum lagi teror melalui Short Message Service (SMS)  dan telpon ke pihak keluarga dari para penyandera.

“Publik tentunya berharap tidak ada lagi keluarga-keluarga lainnya yang harus mengalami musibah seperti keluarga 10 WNI yang disandera Abu Sayaf.  Kasus-kasus penyanderaan WNI harus segera berhenti,” kata dia.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home