Lelang Jabatan Kepala Sekolah Bakal Akhiri Korupsi Mafia Pendidikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) mengusulkan ada lelang jabatan kepala sekolah. Ini untuk mengakhiri indikasi korupsi yang dilakukan Dinas pendidikan, yakni melalui Musyawarah Kepala-Kepala Sekolah (MKKS).
Aktivis guru yang tergabung dalam Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), dengan diwakili Retno Listiyarti selaku Koordinator Tim Kajian FMGJ, Kamis (17/10), bertempat di LBH Jakarta, dia mengungkapkan adanya indikasi korupsi yang dilakukan Dinas pendidikan, yakni melalui Musyawarah Kepala-Kepala Sekolah (MKKS), yang menurut Retno merupakan salah satu mafia pendidikan yang perlu intervensi Pemprov DKI untuk membubarkannya.
MKKS ternyata menjadi penentu dalam penggunaan dana BOS (bantuan operasional sekolah), untuk siapa dan untuk apanya, inilah yang mendorong adanya penyimpangan dan budaya saling melindungi, dan transaksi mereka biasanya tidak dilakukan lewat rekening melainkan secara tunai.
Kepala sekolah yang menjabat saat ini yang tergabung dalam perkumpulan MKKS merupakan orang-orang yang mengabdi habis-habisan kepada kepala Dinas Pendidikan, yang dipilih bukan karena kapasitas, melainkan karena kedekatan, uang. Orang-orang seperti ini kemudian bersatu, mengelola keuangan, mencari kiat-kiat pengelolaan uang sekolah, dan kesepakatan-kesepakatan misalnya memberi upeti sekian persen kepada pihak Dinas Pendidikan dari dana BOS.
Terkait dengan dana BOS ditemukan masalah tidak ada keterbukaan penggunaan dana BOS terutama pada SD dan SMP, jadi urusan keuangan yang tahu hanya kepala sekolah dan bendahara saja, sedangkan guru-gurunya tidak dilibatkan.
Begitu juga dengan BOP (bantuan operasional pendidikan), dari tahun 2012 sampai sekarang, sekolah SMA dan SMK memperoleh BOP yang jumlahnya cukup besar, untuk SMA sebesar Rp.400.000 dan SMK sebesar Rp.600.000, tetapi masih memungut uang sekolah sebesar Rp.200.000 per bulannya.
Alasan lainnya juga bermacam-macam, ada yang untuk kesiswaan dipungut Rp.350.000 per tahun, AC (pendingin udara) dipungut biaya Rp.100.000 per bulan.
Kalau sudah diberikan BOP seharusnya tidak dipungut biaya lagi. Kemudian ada istilah daftar ulang yang hanya selembar kertas dikenakan Rp.75.000. Retno sudah melapor ke Dinas Pendidikan tapi tidak ditanggapai, lalu ia lapor ke Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama untuk diselidiki yayasan tersebut.
Kepada yayasan-yayasan nakal seperti ini Retno juga menegaskan, “Hentikan pemberian BOP, supaya kapok yayasan-yayasan ini. Saya khawatir banyak yayasan seperti itu tapi tidak ada orangtua murid yang melapor, karena banyak yang tidak tahu.”
Laporan pungutan juga terdapat dalam seragam sekolah, ada laporan senilai Rp.960.000 hanya untuk tiga jenis seragam (olahraga, batik, dan seragam jumat), tapi tidak ada rinciannya dan tidak ada kuitansi pembelian.
Sayangnya, sekali lagi Retno menyesalkan tidak dapat membuktikan namun banyak laporan seperti itu. Pemberian dana BOP dan BOS ini tidak disertai dengan auditor internal, sehingga ada dugaan penyimpangan yang dilakukan beberapa manajemen sekolah.
Retno telah melaporkan persoalan ini kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan mengusulkan diadakannya lelang jabatan Kepala Sekolah. Seperti persoalan lurah dan camat, yang telah dilakukan lelang jabatan juga. Akan tetapi tentu saja Dinas Pendidikan menolak dengan keras terkait hal ini, dan menyangka bahwa ini hanya wacana saja.
Namun Retno optimis bahwa lelang jabatan merupakan solusi terbaik bagi permasalahan kronis di dalam pendidikan kita yang sudah terlalu lama dikuasai mafia pendidikan ini.
Editor : Bayu Probo
Mensos Tegaskan Tak Ada Bansos untuk Judi Online
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan tak ada ...