Lepas dari KONI, NPC Ingin Mandiri Kelola Atlet
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – National Paralympic Committee (NPC) bertekad ingin mandiri dan secara kepengurusan dapat mengadakan pelatihan dan pembinaan atlet yang terstruktur setelah dinyatakan berpisah secara induk organisasi dari Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Pusat.
“Kita lepas dari KONI ini artinya kita harus dibaca bahwa kita ini nantinya tidak di bawah pengelolaanya dari KONI, tetapi kita sejajar dengan KONI,” kata Welly Ferdinandus, Ketua National Paralympic Committee (NPC) Provinsi DKI Jakarta kepada satuharapan.com, hari Selasa (29/9) di Kantor NPC Provinsi DKI Jakarta, Gelanggang Olah Raga Rawamangun, Jakarta.
Dalam Surat Keputusan dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) Nomor 08/RA/ 2015 tertanggal 31 Maret 2015 tentang Pengunduran Diri NPC dari KONI Pusat, yang diperlihatkan Welly kepada satuharapan.com dalam surat tersebut tertulis Kemenpora menyetujui dan mensahkan NPC berpisah dari KONI secara kelembagaan karena ingin melakukan pembinaan, perekrutan atlet dan pemusatan latihan nasional maupun daerah secara lebih terstruktur sama seperti cabang-cabang olah raga pada umumnya.
“Kan kelihatan itu mas di poin-poinnya bahwa perintah dari Kemenpora memerintahkan ke kepala daerah untuk memberi persamaan hak terhadap atlet difabel dengan atlet pada umumnya di bidang olah raga,” kata dia.
Welly menjelaskan bahwa hak yang diterima atlet penyandang disabilitas sama dengan atlet pada umumnya bak penganggaran pembinaan organisasi, honor, vitamin serta bonus dari hasil kerja keras di setiap kejuaraan adalah sama.
“Atlet difabel memiliki porsi yang seimbang dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di daerah,” kata dia.
Welly menjelaskan bahwa untuk lepas dari KONI Pusat, NPC tidak hanya berbicara tentang kesejahteraan atlet difabel namun banyak aspek yang membuat NPC selayaknya diperhitungkan.
Welly memberi contoh dengan mandirinya NPC, maka nantinya secara organisatoris NPC dapat mengatur dan memanage atlet menjelang dimulainya sebuah kejuaraan tingkat daerah maupun nasional. “Termasuk merekrut atlet secara mandiri di seluruh indonesia, jadinya kita bisa maksimal,” kata dia.
“Jadi nantinya kita juga bisa mengadakan pelatda (pemusatan latihan daerah, red) dan pelatnas (pemusatan latihan nasional, red) sendiri,” kata dia.
“Sebenarnya sejak 2010 kita sudah mengajukan usul ke pemerintah (Kemenpora), karena kita banyak mendapat ketidak adilan,” kata Welly.
“Kita kadang dianggap bukan olah raga elit, atau prestasi gitu lho, kalau di KONI kita tidak dapat hak kesetaraan untuk kepelatihan,” dia menjelaskan.
Welly memberi contoh dalam olah raga umum, sebuah pengurus besar cabang olah raga tertentu menerima tunjangan dari KONI Pusat dalam jumlah yang lebih besar dari para atlet difabel, akan tetapi belum tentu cabang olah raga tersebut juara.
“Begini mas, di olah raga umum (non difabel, red) dua tahun sebelum PON (Pekan Olah Raga Nasional, red) si atlet, pelatih dan ofisial sudah mendapat uang pemusatan pelatihan, saya pernah dengar setiap orang (atlet, red) bisa dapat tunjangan hampir 3 juta per bulan kalau kita (NPC, red) ya nggak sampai seperti itu,” dia menjelaskan.
National Paralympic Committee
National Paralympic Committee (NPC) adalah organisasi induk di Indonesia yang mewadahi seluruh atlet difabel dari seluruh kategori, yang membina, dan menyalurkan atlet difabel sehingga dapat bertanding di ajang multi olah raga.
NPC, menurut sejarah didirikan di Surakarta dan hingga kini memiliki kantor pusat di Surakarta, dahulu NPC sempat berdiri sendiri akan tetapi sejak 1992 NPC berada di bawah KONI Pusat.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...