LIPI: Masyarakat Belum Siap Menghadapi MEA
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hasil survei tim Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang pemahaman masyarakat terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dilakukan pada bulan Mei 2015 di 16 kota seluruh Indonesia menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan.
Pasalnya, sangat sedikit masyarakat yang mengerti tentang MEA. “Dengan pemahaman masyarakat yang masih rendah, kesiapan masyarakat tentu akan cenderung rendah pula, padahal MEA akan diberlakukan 31 Desember mendatang," kata Kepala LIPI Prof Dr Iskandar Zulkarnain dalam peluncuran "Policy Paper Strategi Peningkatan Pemahaman Masyarakat tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN" di LIPI Jakarta, baru-baru ini.
MEA, merupakan transformasi peralihan kebijakan dari state-oriented ke people-oriented dan people-centeredness, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai pasar bebas sekaligus basis produksi, ASEAN merupakan pasar yang relatif besar dengan jumlah penduduk sekitar 650 juta jiwa. Bagi masyarakat konsumen, MEA bisa dipastikan akan memberikan keuntungan. Namun, bagi dunia usaha mereka belum tentu siap.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI yang juga ketua tim survei ASEAN, Dr Tri Nuke Pudjiastuti, membeberkan dari 2.509 responden yang terdiri atas konsumen dan produsen, sebagian besar tidak paham bahwa dalam MEA nanti arus pergerakan tenaga kerja, selain barang dan jasa, bisa berlangsung tanpa halangan di antara sesama negara anggota ASEAN.
"Lebih dari 80 persen masyarakat bahkan tidak tahu kalau tenaga kerja profesional Indonesia bisa bekerja di negara ASEAN lain dan sebaliknya,” kata Nuke.
Hal yang sama juga muncul pada pemahaman dan kesiapan pelaku bisnis tentang penetapan Sektor Integrasi Prioritas (Priority Integrated Sector, PIS) seperti industri karet, tekstil, perikanan, otomotif, dan pariwisata.
Sebanyak 78,7 persen pelaku bisnis, tak memahami indikator kerja sama dalam ASEAN sebagai satu basis produksi. Selain itu mereka juga tidak tahu bahwa tarif ekspor dan tarif impor tidak lagi berlaku dalam MEA.
Deputi VII Kementerian Koordinator Perekonomian, Rizal Affandi Lukman, mengingatkan agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar terbesar, tempat negara lain mendapat manfaat dan keuntungan. “Saat ini, setidaknya terdapat 99,1 persen produk yang diperdagangkan di ASEAN sudah bebas bea masuk,” katanya.
Ke depannya, Indonesia harus berupaya meningkatkan daya saing PIS dengan menghasilkan kualitas produk yang sesuai dengan standar global.
Peneliti Puslit Ekonomi LIPI Zamroni PhD yang tergabung dalam tim survei tersebut mengatakan, bukan hanya partisipasi masyarakat dunia usaha yang dianggap penting, tetapi juga masyarakat umum. “Hal ini agar semua pihak dan elemen bisa mempersiapkan diri dengan baik dan mampu menciptakan percepatan pertumbuhan dan ketahanan ekonomi,” katanya. (lipi.go.id)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...