Liputan Media Pengaruhi Respons atas Isu-isu Keadilan Sosial
SATUHARAPAN.COM – Media massa memainkan peran positif dalam menciptakan toleransi dan saling memahami yang lebih baik, di tengah-tengah kondisi ketika rasisme mengobarkan situasi yang sulit.
“Liputan negatif justru membantu menciptakan suasana di mana kefanatikan seolah secara resmi disetujui dan dilegitimasi,” kata Philip Lee, Sekretaris Jenderal World Association for Christian Communication (WACC).
“Cara orang melihat tetangga dan pendatang baru dari belahan dunia lain yang disajikan di media massa, atau cuplikan di media sosial, adalah kunci bagaimana mereka menanggapi masalah keadilan sosial.”
Lee, yang merupakan pembela senior untuk liputan media yang informatif dan inklusif tentang isu-isu mengenai hak asasi manusia dan isu-isu perdamaian, menyampaikan pendapatnya setelah pertemuan di Jenewa, Swiss, untuk menandai ulang tahun ke-50 WACC pada 16 Juni lalu.
Acara itu diselenggarakan oleh Departemen Komunikasi Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches/WCC), di tengah-tengah pertemuan komite pusat organisasi dan bertepatan dengan ulang tahun ke-70 WCC.
Kekhawatiran tentang peliputan isu-isu terkait dengan gerakan massa pengungsi dan migran, merupakan inti dari mandat organisasi hak komunikasi yang didirikan di Oslo pada tahun 1968, dari penggabungan dua organisasi komunikasi Kristen. Prinsip-prinsip pendiriannya didasarkan pada tanggung jawab media massa haruslah menjadi suara yang memegang teguh akuntabilitas, demokratis, menyajikan berita seimbang, dan keragaman budaya, daripada melayani kepentingan komersial atau dikendalikan oleh pemerintah.
Pada sidang WCC di Uppsala pada tahun yang sama, peran media massa menjadi isu, kata Lee. “Media hadir secara besar-besaran di sidang. Pertanyaannya adalah bagaimana mereka dapat memainkan peran positif dalam masyarakat?”
Lima belas tahun kemudian di sidang WCC di Vancouver pada tahun 1983, WACC berkolaborasi dengan WCC dalam membuat sebuah pernyataan yang disebut “Berkomunikasi Secara Kredibel”.
“Hari ini, pertanyaan tentang apa komunikasi yang kredibel, mengemuka lagi,” Lee mencatat. “Dalam kaitan ini, WACC diminta untuk melihat media sosial dan masalah etika dari penulis media sosial yang memainkan isu rasisme dan intoleransi di masyarakat.”
Advokasi Komunikasi Diperlukan
Meningkatnya intoleransi bagi pengungsi dan migran di Eropa mendorong WACC memulai sebuah proyek penelitian dan advokasi dengan Komisi Gereja untuk Migran di Eropa pada tahun 2017. Laporan berjudul “The Refugee Reporting” mengadvokasi hak-hak berkomunikasi bagi pengungsi yang mencari jalan aman di Eropa.
Direktur Komunikasi WCC, Marianne Ejdersten, mengatakan advokasi komunikasi jenis ini sangat mendesak diperlukan. “WACC dibutuhkan di era pasca-Uppsala dan dibutuhkan lebih banyak lagi hari ini.”
Dalam menanggapi komentar Ejdersten, Lee mencatat: “Ada krisis besar di Eropa dan tempat lain. Kita perlu meningkatkan kesadaran tentang peran negatif dan positif dari media massa di masyarakat. WACC percaya, gereja dan media sekuler menjadi penting, pada saat yang sama memastikan komentar yang seimbang tentang isu-isu keadilan sosial.” (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
1.100 Tentara Korea Utara Jadi Korban dalam Perang Rusia-Ukr...
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Lebih dari 1.000 prajurit Korea Utara tewas atau terluka dalam perang Rusia d...