LPS: Perbankan Indonesia Aman dari Tekanan Utang Swasta
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah, memastikan perbankan Indonesia masih dalam kondisi aman dari tekanan pinjaman swasta yang akan jatuh tempo, walaupun ada kemungkinan melemahnya nilai tukar rupiah bila The Fed menaikkan suku bunga.
Menurut Halim Alamsyah, berdasarkan data Bank Indonesia, menunjukkan struktur utang bank-bank di Indonesia menengah panjang.
“Kalau perbankan saya kira aman ya, yang saya tahu. Data yang disampaikan oleh Bank Indonesia menunjukkan struktur utang bank kita itu menengah panjang,” kata Halim Alamsyah kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Kamis (5/11).
Kekhawatiran terhadap tekanan pinjaman luar negeri swasta Indonesia semakin besar seiring dengan keharusan perusahaan-perusahaan itu untuk memperpanjang tempo pinjaman yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan ke depan. Utang swasta yang jatuh tempo dalam jangka satu tahun atau kurang diperkirakan mencapai US$ 42 miliar, atau Rp 609 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS.
Di mata investor, sebagaimana dilaporkan oleh The Financial Times, tekanan utang luar negeri jangka pendek ini merupakan sinyal bahaya. Sebab, utang luar negeri pula yang menjadi 'bensin' bagi krisis keuangan Asia pada 1997-1998, ketika nilai tukar tertekan oleh membengkaknya pinjaman dalam mata uang asing di berbagai wilayah kawasan itu.
Dewasa ini, beberapa mata uang Asia, termasuk rupiah, telah melemah ke tingkat yang sama dengan masa krisis 1997-1998. Walau utang luar negeri negara-negara Asia cukup lambat pertumbuhannya sesudah krisis 1997-1998, dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan drastis. Di Indonesia pinjaman sektor swasta telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 2010 menjadi US$ 169,2 miliar per Juli 2015 menurut data Bank Indonesia.
Seperempat dari pinjaman ini adalah pinjaman jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun. Sebanyak 96 persen adalah dalam mata uang asing. Rupiah telah mengalami depresiasi lebih dari 18 persen sejak awal tahun terhadap dolar AS.
"Kasus yang mengkhawatirkan Indonesia sangat jelas," kata Taimur Baig, kepala ekonom untuk Asia di Deutsche Bank Research. "Profil utang Indonesia di sektor korporasi cenderung tidak berjangka panjang … berarti setiap tahun sekitar 20 persen utang tersebut akan bergejolak, " kata dia.
Depresiasi rupiah yang berlangsung cepat berdampak pada menggelembungnya bunga utang bagi banyak perusahaan di Indonesia dan pada saat yang sama para pemberi pinjaman semakin khawatir tentang perlambatan ekonomi yang sedang berlangsung.
Murahnya pinjaman dolar AS beberapa waktu lalu telah memikat emiten untuk menerbitkan surat utang di luar negeri, apalagi pasar utang di dalam negeri masih relatif kecil.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...