LPSK: Penyelesaian Kasus HAM Jangan Berlarut-larut
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menginginkan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, jangan dibiarkan berlarut-larut dan yang terpenting hak-hak korban diutamakan.
"Beban pelanggaran HAM masa lalu diharapkan tidak berlangsung lama, sementara masih banyak permasalahan baru mesti diatasi," kata Ketua LPSK dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (16/6).
Menurut Abdul Haris Semendawai, di banyak negara, kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bisa diselesaikan melalui dua cara, yaitu jalur hukum melalui sidang pengadilan (yudisial), dan di luar pengadilan (non-yudisial).
Namun, kata dia, apapun cara yang dipilih dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, penyelesaian itu hendaknya tidak sampai memberikan impunitas bagi para pelaku.
Semendawai mengatakan, kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah sepatutnya diungkap ke publik secara terang-benderang. Cara yang ditempuh bisa bermacam-macam, baik melalui pengadilan maupun komisi kebenaran.
"Hanya saja, jika upaya penyelesaian yang dipilih melalui tim rekonsiliasi, hendaknya tim yang dibentuk tidak hanya berisikan aparatur negara, melainkan juga harus melibatkan lembaga non-pemerintah dan pastinya korban pelanggaran HAM berat masa lalu itu," katanya.
Ia juga mengingatkan, di balik pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, hal penting lainnya yang mendesak diperhatikan, yakni hak-hak para korban.
Karena itulah, ucap Ketua LPSK, upaya dari pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, sebisa mungkin jangan sampai berlarut-larut karena para korban menunggu kepastian.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Instruksi Presiden, guna memproses hukum kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu.
"Kontras meminta Presiden untuk segera mengeluarkan Instruksi Presiden kepada Jaksa Agung untuk penyidikan dan penuntutan tujuh kasus, yang telah selesai tahap penyelidikan oleh Komnas HAM," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar.
Selain itu, Kontras juga menghendaki Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus masa lalu.
LSM tersebut juga meminta Jaksa Agung dan Komnas HAM, fokus mencari upaya tindak lanjut, bukan fokus saling mengembalikan berkas di antara keduanya.
"Masyarakat perlu mengetahui dan diingatkan kembali bahwa telah terjadi enam kali pengembalian berkas antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM," katanya.
Kontras menginginkan, Presiden mengutamakan korban dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu dengan memastikan hak-hak para korban terpenuhi, yaitu hak untuk mengetahui kebenaran, hak untuk mendapatkan keadilan dan hak untuk mendapatkan perbaikan hidup.
Kontras juga menghendaki, Presiden membentuk Komite Kepresidenan, untuk menjembatani kebuntuan proses hukum antara Kejaksaan Agung dengan Komnas HAM.
Komite ini juga dinilai harus bersifat independen dan langsung berada di bawah Presiden.
Selain itu, diinginkan pula ada pernyataan resmi kenegaraan dalam bentuk pengakuan dan permohonan maaf negara terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu.(Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...