LSM dan Akademisi Tolak UU Pilkada
DEPOK, SATUHARAPAN.COM - Puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari lintas bidang bersama kalangan akademisi melakukan konsolidasi dan penyatuan gerakan untuk menentang UU Pilkada di kampus FISIP Universitas Indonesia Depok, Selasa (7/10) siang. Konsolidasi mereka namakan Gerakan Rakyat Berdaulat.
Gerakan Rakyat Berdaulat didukung antara lain oleh Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI, Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indoprogres, Serikat Pekerja Nusantara (SPN), Transparency International (TI) Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Solidaritas Perempuan, Perempuan Mahardika, Ruangrupa dan akademisi dari lintas kampus di Jabodetabek.
Gerakan Rakyat Berdaulat menyatakan pengesahan UU Pilkada yang mengamanatkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, menyebabkan rakyat kehilangan partisipasi politik untuk melakukan pengawasan secara langsung terhadap kepala daerah.
“Mekanisme hukum seperti uji materi dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tidak menyelesaikan masalah, untuk mengembalikan hak rakyat yang tercabut oleh UU Pilkada diperlukan aksi nyata dan penyatuan gerakan,” kata Dirga Ardiansa Peneliti dari Puskapol UI dan Dosen dari Departemen Politik FISIP UI.
“Polemik UU Pilkada bukan masalah konstitusi atau sistem hukum, tapi hilangnya partisipasi masyarakat untuk berpolitik,” tambahnya.
Veri Junaidi Peneliti dari Perludem mengatakan Gerakan Rakyat Berdaulat merupakan momentum dan akan terus bergulir, karena DPR tidak lagi bertindak sebagai wakil rakyat tapi pemburu kekuasaan, contohnya terlihat di mekanisme pemilihan DPR.
Ia menambahkan Gerakan Rakyat Berdaulat akan mengupayakan gerakan dari seluruh Indonesia, dan melancarkan aksi yang menunjukan rakyat telah muak dan marah terhadap transaksi politik di DPR.
Selain konsolidasi dan penyatuan gerakan, diadakan pula pembacaan pernyataan sikap dari Gerakan Rakyat Berdaulat yang terangkum menjadi sembilan poin.
Poin pertama bahwa Gerakan Rakyat Berdaulat adalah merupakan gabungan elemen masyarakat sipil independen organisasi mahasiswa, buruh, tani, pemuda, masyarakat adat dan penggiat lingkungan.
Kedua perkembangan pasca-pemilu yang diikuti pembuatan UU Pilkada mendesak masyarakat sipil melakukan konsolidasi, ketiga perjuangan ini bertujuan jangka panjang untuk melakukan konsolidasi masyarakat sipil menentang UU Pilkada.
Keempat hak rakyat untuk memilih tidak dijamin dalam UU Pilkada, kelima konsolidasi elite politik pasca-pemilu elite politik sarat kepentingan, sehingga rakyat harus bergerak, keenam UU pilkada merampas hak rakyat dan menutup kontrol publik, ketujuh pemilihan kepala daerah oleh DPRD meningkatkan transaksi politik.
Kedelapan pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukan masalah mekanisme hukum, tapi pembajakan demokrasi dan kesembilan pemerintah harus memastikan pemilu langsung kembali disahkan oleh undang-undang, perppu tidak dapat memastikan hak memilih masyarakat.
Pernyataan sikap itu dibacakan oleh Ketua BEM FISIP UI Bara Lintar S. Konsolidasi dan penyatuan gerakan berlangsung tertib, acara dilanjutkan dengan diskusi gerakan mahasiswa menentang UU Pilkada yang berakhir Selasa (7/10) malam.
Dugaan Sabotase
Saat berlangsungnya konsolidasi sempat muncul dugaan adanya aksi sabotase, dengan terjadi pemadaman listrik di area kampus FISIP UI saja yang berlangsung selama acara. Seorang mahasiswa heran dengan matinya aliran listrik di kampusnya.
“Area FISIP UI hampir tidak pernah terjadi pemadaman listrik, baru terjadi ketika acara konsolidasi terjadi, dan anehnya listrik menyala setelah acara selesai, padahal listrik di kawasan Depok tetap menyala,” kata Yanuar Permadi mahasiswa FISIP UI.
Pemadaman listrik menimbulkan pengapnya ruangan tempat acara konsolidasi berlangsung, namun peserta terlihat tetap semangat mengikuti acara hingga selesai.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...