Luhut: Papua Dapat 5 Persen Saham Freeport
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah daerah dan suku di Papua akan mendapat bagian lima persen saham PT Freeport Indonesia dari kewajiban divestasi 51 persen.
Namun, Luhut dalam acara Coffee Morning di Jakarta, Jumat, mengatakan bagian lima persen saham Freeport itu akan berbentuk hak memperoleh dividen.
"Lima persen itu kita tidak mau itu delusi. Jadi kami pikir, nanti dari dividennya kita bayar lima persennya itu. Pasti kami lindungi lah, itu rakyat kita juga," katanya.
Luhut mengatakan Presiden Jokowi menyetujui bahwa Pemda dan suku di Papua akan mendapat lima persen. Ia meminta agar dividen tersebut diarahkan untuk kepentingan masyarakat banyak.
"Lima persen ini angkanya juga cukup besar. Tapi kita juga arahkan uang itu supaya digunakan untuk pendidikan, pertanian, peternakan dan lainnya. Jadi kita tata lagi supaya betul-betul dampak kehadiran Freeport di Papua bisa dirasakan rakyat," katanya.
Akan tetapi, mantan Menko Polhukam itu menjelaskan rencana pembagian saham masih harus menunggu proses negosiasi dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Menurut dia, masih ada tiga poin utama yang jadi perhatian pemerintah dalam negosiasi. Pertama, yakni mengenai tahapan divestasi 51 persen.
"Dengan kita 51 persen dan Freeport 49 persen, nanti akan `joint management` tapi yang memimpin Indonesia. Misal Direktur Operasi yang pimpin dia, wakilnya kita. Direktur Keuangannya yang pimpin kita wakilnya kita, CEO-nya Indoensia. Kira-kira seperti itulah perusahaan yang profesional," katanya.
Poin kedua, yakni mengenai pembangunan smelter yang harus ada kemajuan. Dan poin ketiga mengenai aturan pajak.
"Kalau dia (Freeport) mau `nail down` (tetap), 42 persen dia bayar pajak `all the way`, ya bayarlah itu. Padahal kan pajak kita cenderung menurun. Ini sekarang sedang dibahas," jelasnya.
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (izin usaha pertambangan) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) serta membuat pernyataan kesediaan membangun "smelter" dalam jangka waktu 5 tahun. Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.
Pemerintah menyodorkan perubahan status PT FI dari sebelumnya kontrak karya (KK) menjadi IUPK agar bisa tetap melanjutkan operasi di Indonesia.
Sementara itu, Freeport bersikeras tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan dalam KK 1991.
Lantaran tidak ingin beralih status menjadi IUPK dan bersikukuh mempertahankan status KK, Freeport hingga saat ini menghentikan aktivitas produksi sehingga menyebabkan relatif banyak karyawan yang dirumahkan dan diberhentikan.(Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...