Lupus dan Kupu-kupu
Memperjuangkan hari depan yang lebih baik adalah tugas semua orang. Namun, belenggu masa lalu yang kelam kadang membuat kita sulit beranjak.
SATUHARAPAN.COM – Saya adalah odapus (orang dengan Lupus). Lupus adalah penyakit autoimun, di mana sistem imun tidak dapat mengenali dirinya sendiri. Lupus didapat karena faktor hormonal dan pengaruh lingkungan. Meski dapat menyerang semua organ vital tubuh dan bahkan membawa kematian, Lupus tidak menular sama sekali.
Bersama beberapa rekan, saya bergabung sebagai pengurus di Yayasan Tittari Surakarta, yayasan yang concern di bidang support system, konseling, pendampingan pasien Lupus dan keluarganya. Tittari berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti kupu-kupu. Ilustrasi kupu-kupu lekat dengan penyakit Lupus, karena salah satu penampakan Lupus yang jelas terlihat adalah ruam merah simetris pada wajah berbentuk siluet kupu-kupu (butterfly rash). Namun, bagi kami kupu-kupu punya makna yang lebih filosofis.
Kupu-kupu merupakan serangga hasil metamorfosis. Kupu-kupu adalah wujud hidup baru yang lebih baik, bila dibandingkan dengan masa lalunya—ulat yang menjijikkan banyak orang. Perubahan dari telur, ulat, kepompong dan berakhir menjadi kupu-kupu adalah analogi manis bagi semua odapus. Telur adalah perumpamaan awal mula kehidupan odapus yang masih dalam kandungan ibunya. Sebagai bakal makhluk hidup, sang ibu sudah total mencintai dan mendoakan janin yang dikandungnya. Fase selanjutnya, kelahiran hingga masa-masa ketika gejala Lupus menyerang, dianalogikan sebagai ulat. Ulat kecil yang selalu rewel, mungkin bingung dengan kondisi yang dihadapi. Bentuknya menjijikkan, tak punya kawan bermain dan bahkan selalu disingkirkan orang yang melihat.
Namun, ulat juga memberi contoh positif. Meski dijauhi orang, meski ia tak mengenali dirinya sendiri, nyatanya ulat tetap survive. Ulat tetap bertahan menjalani hari-harinya, sampai tiba waktunya bagi ulat untuk berdiam menjadi kepompong. Kepompong dimaknai sebagai fase perenungan yang dialami odapus. Ya, renungan tentang hidup, bahwa harus bangkit dan tak boleh kalah dari lupus. Kepompong yang keras menutup diri rapat-rapat, supaya sesi ganti bajunya tak diintip serangga lain. Ketika waktunya genap, kepompong menetas lalu keluarlah kupu-kupu cantik. Fase ini menandakan pendamaian sekaligus perasaan merdeka sebagai pribadi, dari belenggu intimidasi lupus. Apabila sejak awal, ketika masih dalam fase ulat, odapus telah menyerah, ia tak kan pernah melihat dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, seperti kupu-kupu.
Memperjuangkan hari depan yang lebih baik adalah tugas semua orang. Namun, belenggu masa lalu yang kelam kadang membuat kita sulit beranjak. Tak apa, kita punya Tuhan yang selalu mendengar dan membantu kita, juga para sahabat dan keluarga yang setia mendampingi. Juga Yayasan Tittari Surakarta ada untuk mereka yang mendapat karunia Lupus supaya mampu bangkit. Karena move on merupakan proses, bukan mantra sim salabim.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...