Lusiana Sabrawi: Cheerleading di Indonesia Alami Perkembangan Pesat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM Salah satu anggota cheerleading nasional Indonesia di bawah naungan ICC All-Star (Indonesian Cheerleading Community), Lusiana Sabrawi mengatakan kepada satuharapan.com pada Sabtu (15/2) di Gedung Yayasan Santo Yakobus, Jakarta, saat ini cheerleading mengalami perkembangan pesat seiring berdirinya ICC pada 2005.
Lusiana mengatakan semenjak ICC bergabung sebagai anggota resmi Federasi Cheerleading Dunia (IFC), maka ICC banyak mendapat ilmu berharga dan berbagai pelatihan dari organisasi yang berpusat di Jepang. Lusi puas perlahan-lahan ICC dapat mengubah persepsi banyak orang tentang cheerleading di Indonesia.
Sebelumnya (sebelum 2005) teknik-teknik cheerleading di Indonesia masih berantakan, terus kita dapat pengarahan dari International Federation Cheerleading (IFC) di Jepang. Kebetulan yang dapat pelajaran waktu itu pelatih-pelatih dari Jakarta, kata wanita yang akrab disapa Lusi tersebut.
Indonesian Cheerleading Community (ICC)
Tim Cheerleading Indonesia pernah mengikuti beberapa kompetisi cheerleading tingkat dunia, pada 2007 mengikuti kompetisi CAIOC (Cheerleading Asia International Open Championship), setahun berikutnya menggelar National Cheerleading Championship, kemudian pada 2009, dan 2012 berpartisipasi di Cheerleading World Championship.
Lusi mengatakan semenjak berdiri ICC maka ada berbagai even dan kejuaraan penting yang diikuti atlet cheerleader, tidak hanya itu tetapi berbagai kegiatan internal lainnya juga lebih variatif.
Terus perkembangan yang nyata di Indonesia, waktu 2007 dan 2008, waktu itu kita (ICC) mengadakan coaching clinic bagi para pelatih cheerleading seperti di Surabaya, Bandung, Semarang, dan Bali, dan lainnya, lanjut wanita kelahiran 1988 tersebut.
Sekarang ini malahan cheers-nya di kota-kota lain lebih menjamur lagi, bahkan di Surabaya saat ini punya klub dan kompetisi cheerleading hampir sama banyaknya seperti di Jakarta, lanjut Lusi.
Kehadiran Lusi di Gedung Yayasan Santo Yakobus adalah tampil sebagai juri lomba cheerleading tingkat SMA-SMP sebagai persiapan nenjelang Hari Ulang Tahun ke-25 Yayasan Santo Yakobus.
Terkesan Papua
Lusiana Sabrawi dan teman-teman ICC terkesan dengan Papua yang memiliki minat dan antusias tinggi kepada cheerleading.
Waktu itu kira-kira dua tahun yang lalu, kita udah mencoba mendatangkan pelatih dari papua untuk belajar ke Jakarta, kata Lusi.
Lusi terkesan beberapa sekolah di Papua dapat memiliki tim cheerleading.
Bahkan kami sangat terkesan dengan beberapa sekolah di papua yang punya tim cheers itu di Papua tim cheersnya bisa lebih dari tiga, lanjut Lusi.
Lusi membandingkan bahwa regenerasi cheerleader antara di Papua dan di beberapa kota besar di Pulau Jawa biasanya di sekolah hanya memiliki satu atau dua tim cheerleader, maka di Papua bisa tiga atau lebih dari empat tim.
Lusi sebagai anggota ICC menyayangkan cheerleading belum dapat dikategorikan sebagai olahraga, yang dinaungi di bawah KONI sehingga mereka dapat berlatih dan berjuang untuk mewakili Indonesia pada kancah olahraga internal.
Ya, sebenarnya kita sudah berusaha. Mungkin karena cheerleading terbilang baru, dan yang benar-benar disebut atlet cheers profesional itu tahun 2006 ke atas. Sebelum 2006, image kebanyakan orang tentang cheers itu cuma hore-hore aja, jadi generasi yang dulu menganggap kalau itu (cheerleader) cuma untuk senang-senang, padahal kan nggak, kata wanita berusia 26 tahun tersebut.
Akibat dari belum adanya dukungan dari pemerintah, ICC berusaha mandiri dalam pendaaan keberangkatan ke berbagai kejuaraan di luar Indonesia.
Kalau mau kejuaraan yang ke luar negeri biasanya kita minta dukungan perusahaan besar komersil, karena pemerintah sepertinya tidak peduli, tutup Lusi.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...