Lutut-lutut yang Bertelut
SATUHARAPAN.COM – Saat pertama kali mendengar berita pejabat korupsi, mata kita langsung terbelalak. Ketika pejabat pemerintahan di bidang hukum melanggar aturan hukum, kita langsung mengelus dada. Dan sekarang, seorang pejabat negara di bidang keagamaan ditangkap KPK karena dugaan penyalahgunaan wewenangnya sehubungan dengan kegiatan religius, kita semua tidak dapat berkata apa-apa. Mungkin sudah habis kata dan respons yang dapat diungkapkan, atau mungkin akhirnya kita berkata dalam hati sambil tertawa: ”Itu mah sudah biasa.”
Seorang kawan berkata, ”Namanya juga manusia, bisa saja berbuat kesalahan.”
”Namun, bukankah mereka itu bukan manusia biasa? Mereka adalah manusia yang bersedia duduk di atas tanggung jawab, dengan sumpah setia atas nama Sang Khalik,” kilah saya.
Kawan saya pun menjawab, ”Mengapa kamu hanya mengarahkan telunjukmu kepada mereka?”
Kata-katanya membuat saya tertunduk. Apakah benar, saya hanya menudingkan telunjuk pada mereka? Orang benar, orang salah, orang baik, orang jahat, semua dikasihi Tuhan, semua mendapatkan waktu 24 jam sehari, semua mendapatkan sinar matahari yang sama, udara yang sama. Mungkin saja orang yang kita anggap tidak benar, dalam hidupnya meraih kesuksesan, mendapat kekayaan, diberi Tuhan kebahagiaan, atau akhirnya masuk surga. Siapakah kita yang dapat menghakimi mereka?
Melihat ketidakberdayaan mereka menghadapi godaan, dapatkah kita menundukkan diri, bersehati bertelut, memohon Tuhan memberikan ampunan dan mengasihani bangsa ini?
Lutut-lutut yang bertelut, sujud, kepala-kepala yang ditundukkan, bergandengan tangan dengan hati hancur memohon kepada Allah yang Maha Pengampun dan Penyayang, ”Ampunilah kami, ya Tuhan, kasihanilah kami, karena mereka adalah kami jua, bangsa Indonesia.”
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Susu Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah studi baru, para peneliti menemukan bahwa konsumsi susu yang tidak...