Mahfud MD: Calon Perseorangan Bukan Bertujuan Deparpolisasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menekankan keputusan MK membuka kesempatan calon perseorangan atau independen untuk maju sebagai kepala daerah bukan bertujuan untuk mendorong deparpolisasi (peniadaan partai).
"Pada waktu itu syarat untuk maju melalui partai politik berat. Meski tidak diakui, ada uang mahar. Maka MK membuka jalur independen. Pikiran MK waktu itu pintu demokratisasi harus dibuka. Jadi sama sekali bukan untuk deparpolisasi," kata Mahfud dalam diskusi publik bertema "Jalur Perseorangan Penguatan Demokrasi atau Deparpolisasi" yang diselenggarakan MMD Initiative di Jakarta, hari Rabu (30/3).
Mahfud mengatakan partai politik adalah tiang demokrasi, sehingga tidak mungkin kehidupan bernegara yang demokratis tanpa keberadaan partai politik.
"Bahkan lebih baik ada partai politik meskipun jelek, daripada tidak ada sama sekali," kata dia.
Sementara calon independen, bagi Mahfud, adalah pintu lain bagi orang yang tidak bisa mengakses partai politik untuk maju menjadi kepala daerah.
"Kita mencari pintu bagi yang tidak mendapat tiket dari parpol, sehingga demokrasi hidup," kata Mahfud.
Peneliti CyrusNetwork, Hasan Nasbi, menilai calon perseorangan dapat menjadi rekan tanding bagi partai politik, di tengah rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap partai.
"Calon perseorangan bisa menjadi sparing partner bagi parpol. Dengan adanya calon independen, maka bisa menjadi koreksi atas pertanyaan mengapa kepercayaan publik terhadap parpol rendah," kata Hasan.
Menurut Hasan, isu deparpolisasi baru muncul satu pekan terakhir karena kepanikan salah satu partai yang asal berbicara.
"Karena ada calon yang diyakini maju melalui partai itu, tetapi malah memilih jalur independen. Sehingga panik dan jadi asal bicara," kata dia.
Dia menekankan deparpolisasi tidak disebabkan dari luar partai politik, melainkan dari perilaku elite partai itu sendiri, atau wakil rakyatnya.
Selanjutnya kata dia, partai politik berperilaku layaknya BUMN yang meminta proteksi negara ketika mengalami kekalahan.
"Kalau parpol ketika merasa kalah jadi merevisi UU Pilkada (syarat calon perseorangan). Demi satu calon, ribuan pilkada mendatang dikorbankan," kata Hasan.
Hasan memandang banyak aturan perundang-undangan ditetapkan untuk menjegal satu orang saja. Misalnya aturan kesehatan untuk mengganjal Gus Dur, atau aturan sarjana untuk mengganjal Megawati.
"Jadi aturan-aturan untuk mengganjal satu orang, mengorbankan orang banyak," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, menyatakan pengusungan calon kepala daerah oleh partai politik memang membutuhkan dana.
Namun, kata Fadli, dana itu tidaklah fantastis layaknya yang dibicarakan belakangan ini.
"Kenapa dana diperlukan, karena mereka (partai) harus berjuang untuk aksi, kampanye, dan lain-lain. Kalau disebut mahar politik dengan jumlah fantastis, itu tidak ada. Dulu Gerindra usung Pak Jokowi dan Ahok di Jakarta tanpa mahar," kata dia.(Ant)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...