Mahmoud Abbas: Palestina Bangga Jadi Tempat Lahir Kristen
SATUHARAPAN.COM – Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dalam pesan Natalnya kepada rakyat Palestina, Kamis (24/12) menegaskan bahwa orang Kristen bukan umat minoritas, melainkan bagian integral bangsa Palestina. Ia juga berterima kasih pada komunitas Kristen dunia yang mendukung pengakuan kemerdekaan Palestina. Berikut pesan lengkapnya:
Ini adalah berkat ilahi karena tahun ini kita merayakan bersama-sama kelahiran Yesus dan kelahiran Nabi Muhammad. Ini kejadian pertama kali dalam berabad-abad. Pada hari ini, miliaran manusia di seluruh dunia merayakan kelahiran dua utusan besar kasih, harapan, keadilan, dan kedamaian. Yesus adalah simbol bagi semua orang Palestina. Seluruh rakyat Palestina bangga menjadi tempat kelahiran kekristenan dan memiliki komunitas Kristen tertua di dunia.
Natal adalah pesan harapan yang harus berlaku bahkan selama masa-masa sulit yang sedang dihadapi bangsa kami dan dunia. Di Betlehem tahun ini, Palestina akan merayakan Natal dikelilingi oleh delapan belas permukiman ilegal dan dinding pemisah lambang aneksasi. Itu semua mengambil alih tanah warga Palestina.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam sesi debat, Jumat (26/9/14) Sidang Umum Tahunan ke-69 PBB menuduh Israel melakukan genosida dan Amerika Serikat diam saja. (Foto: un.org)
Selama beberapa bulan terakhir, kita telah melihat bagaimana pemerintah Israel terus melanjutkan konsolidasi rezim Apartheid dengan mempercepat kebijakan yang menghancurkan solusi dua negara. Namun, Palestina terus menentang penindasan sehari-hari yang dikenakan oleh penjajah mereka dengan ketabahan dan cinta untuk negara mereka.
Pada 2015 kami mampu menyelesaikan kesepakatan penting antara Takhta Suci dan Negara Palestina; kesepakatan yang unik di wilayah kami. Dalam perjanjian tersebut, kami meratifikasi status quo bersejarah gereja-gereja di Palestina, serta rasa hormat kami untuk prinsip-prinsip kebebasan beribadah. Pemerintah Vatikan tahu benar bahwa orang Kristen bukan umat minoritas di Palestina, mereka adalah bagian integral dari tatanan sosial kami, bangsa Palestina.
Melalui perjanjian ini kami juga berusaha untuk memberdayakan karya gereja lokal, dengan ratusan imam, biarawan dan biarawati, yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat Palestina. Secara khusus, saya ingin menyebutkan Patriark Emeritus Michael Sabbah, simbol nasional. Patriark Sabbah adalah penerima bintang jasa dari Negara Palestina, Yerusalem Order.
Pada 2015, Palestina diberkati dengan kanonisasi dari dua biarawati Palestina, Marie Alphonsine Ghattas dan Mariam Baouardi. Kami bangga bukan hanya karena mereka adalah anak-anak perempuan dari bangsa kami, melainkan juga karena kontribusi komunitas mereka kepada masyarakat kami yang kaya dan beragam.
Tahun ini, kita menyaksikan banyak gereja di seluruh dunia mendukung panggilan untuk pengakuan Negara Palestina. Juga, peningkatan jumlah kelompok Kristen yang berkampanye untuk melakukan divestasi dari perusahaan yang mendapat keuntungan dari pendudukan Israel dari tanah kami. Kami ingin mengambil kesempatan untuk mengakui dan berterima kasih kepada semua yang terlibat. Beberapa parlemen juga telah merekomendasikan bahwa pemerintah mereka mengakui Negara Palestina, termasuk yang paling baru parlemen Yunani.
Kami berterima kasih kepada semua negara yang telah mengambil langkah konstruktif untuk mengakui Negara Palestina dan kami meminta mereka yang belum mengakui negara kami untuk melakukannya, sebagai investasi dalam damai. Sebagai konsekuensi dari solidaritas internasional dengan Palestina, selama tahun 2015, kami mampu menaikkan bendera kami di Markas Besar PBB. Sebelumnya dikibarkan di Takhta Suci, Vatikan.
Natal ini datang selama periode yang sangat sulit, ketika intervensi internasional sangat dibutuhkan untuk melindungi rakyat Palestina. Ekstremis pemukim Israel terus menyerang warga Palestina, termasuk masjid dan gereja melalui tindakan vandalisme dan teror.
Kota kembar Yerusalem dan Betlehem telah dipisahkan untuk pertama kalinya sejak 2.000 tahun agama Kristen, yang mengakibatkan kerusakan tak terhitung untuk masyarakat Palestina: budaya dan ekonomi. Jutaan warga Palestina, Kristen dan Muslim Arab dari daerah lain tidak diperbolehkan untuk mengunjungi Yerusalem karena diduduki Israel. Tidak ada negara Palestina tanpa Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, bersatu kembali dengan Betlehem dan seluruh Palestina.
Meskipun sudah berdoa dan melakukan protes damai menentang rencana kolonialis Israel, warga Kristen Palestina di Beit Jala dipaksa untuk menyaksikan pasukan Israel mulai pembangunan ilegal. Melakukan aneksasi dengan mendirikan dinding di tanah mereka, mencabut pohon-pohon zaitun bersejarah mereka di Cremisan.
Baru-baru ini, ada rencana pengambilalihan baru telah dikeluarkan terhadap warga Bethlehem. Yaitu, pembangunan infrastruktur permukiman Israel di Bethlehem di Area Barat. Kami akan bertahan dengan alat yang sah untuk mengakhiri pendudukan. Kami tidak meminta sesuatu yang lebih atau sesuatu yang kurang dari yang diberikan hukum internasional kepada kami.
Kami juga mengulangi kecaman kami terhadap teror yang dibawa oleh ISIS (Islamic State of Iraq and Syria), dan kelompok teroris lainnya, dan kami mendukung tindakan yang diambil terhadap mereka. Kami mengungkapkan solidaritas kami dengan orang-orang menderita akibat tindakan jahat mereka, dan khususnya dengan jutaan pengungsi yang terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan.
Para warga Palestina berpakaian ala Sinter Klas mengibarkan bendera Palestina di Tembok Pembatas di Tepi Barat. (Foto: AFP)
Penggunaan agama untuk tujuan politik benar-benar tidak dapat diterima dan harus diperangi. Dalam konteks Palestina, kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menghentikan upaya Israel di balik isu politik yang sulit tetapi sebenarnya bisa dipecahkan menjadi perang agama.
Sekali lagi, kita berdoa untuk akhir pendudukan dan Apartheid untuk membangkitkan keadilan dalam Negara Suci kami. Mengakhiri dekade pengasingan dan penindasan adalah suatu keharusan untuk membawa perdamaian ke wilayah kami. Pada hari Natal, saya menghormati semua orang Palestina di mana pun mereka berada, berharap untuk suatu hari nanti mereka akan bisa hidup, beribadah dan merdeka di tanah air mereka.
Natal yang Sepi di Palestina
Umat Kristen dari seluruh dunia pada Kamis (24/12) mendatangi kota alkitabiah Betlehem untuk perayaan Natal di tempat kelahiran Yesus. Namun, kali ini lebih sepi karena dibayangi ledakan kekerasan Israel-Palestina.
Kota ini telah menjadi titik fokus bagi bentrokan antara pasukan Israel dan demonstran Palestina selama gelombang tiga bulan panjang kekerasan di tengah perayaan tahunan di lapangan Palungan (Manger Square) yang terselenggara. Perayaan lain di kota ini dibatalkan atau dikurangi karena kekerasan.
"Kami berada di Betlehem merayakan Natal, merayakan ulang tahun junjungan kita Yesus Kristus. Ini adalah tempat kelahiran raja damai sehingga apa yang kita inginkan adalah perdamaian," kata Rula Maayah, Menteri Pariwisata Palestina.
Rula Maayah, Menteri Pariwisata Palestina. (Foto: HCEF.org)
Ribuan orang berkerumun ke Manger Square, mengagumi pohon Natal kota dan mendengarkan musik Natal yang dimainkan oleh marching band dan pasukan pramuka. Tapi sebelum perayaan dimulai, tiga warga Palestina tewas setelah pihak berwenang Israel mengatakan mereka terlibat dalam serangan terhadap warga Israel di Tepi Barat.
Sejak pertengahan September, serangan Palestina telah menewaskan 20 warga Israel. Sementara itu tembakan Israel telah menewaskan 123 warga Palestina, di antaranya 85 dikatakan oleh Israel sebagai penyerang, sisanya tewas dalam bentrokan dengan pasukan Israel.
Baru-baru ini kota telah menikmati beberapa tahun relatif tenang dan ribuan bersuka ria dan peziarah membanjiri Manger Square setiap Natal. Tapi, para pedagang dan pemilik hotel di kota telah mengeluh kendur bisnis musim Natal ini.
Patriark Latin Fouad Twal memimpin prosesi dari markas Yerusalem ke dalam Betlehem, melewati tembok pemisah beton Israel, yang mengelilingi banyak kota. Israel membangun penghalang dekade yang lalu untuk menghentikan gelombang serangan bom bunuh diri. Palestina melihat struktur sebagai perampasan lahan yang telah menahan ekonomi Bethlehem.
Twal memimpin jemaat dalam Misa Tengah Malam di Gereja Kelahiran Kristus yang dibangun di atas tempat yang dipercaya orang Kristen tempat Yesus dilahirkan. (Journal Gazzete/Arabs Today)
Baca juga:
- Pesan Natal Mahmoud Abbas: Yesus Utusan Palestina untuk Kasih
- Pesan Natal Presiden Palestina: Yesus Adalah Utusan Palestina, Panutan
- Putra Pendiri Hamas: Yesus Mengajarku Mengasihi Musuh
- Dubes Palestina: Vatikan pun Dukung Kemerdekaan Palestina
- Kisah Orang Kristen di Gaza, Palestina
- Umat Kristen Palestina Biasa Ucapkan Allahu Akbar di Gereja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...