Majelis Umum PBB Sahkan 4 Resolusi Pro-Palestina
PBB, SATUHARAPAN.COM – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) pada Selasa (3/12) mengesahkan empat resolusi pro-Palestina, yang mempertahankan perbatasan pra-1967 antara Palestina dan Israel, serta memperbarui mandat dua badan PBB untuk Palestina.
Setelah lebih dari 20 negara anggota membahas isu Palestina, UNGA melakukan pemungutan suara untuk empat draf resolusi tersebut satu per satu. Keempat dokumen itu diloloskan, dua di antaranya mengantongi persetujuan dengan suara mayoritas.
Resolusi “Penyelesaian Damai atas Isu Palestina” memenangkan dukungan terbanyak dengan 147 suara, hanya 7 yang menolak dan 13 abstain. Resolusi ini menyerukan semua negara untuk tidak mengakui perubahan apa pun atas perbatasan pra-1967, termasuk perubahan soal Yerusalem, kecuali perubahan yang disetujui oleh pihak-pihak terkait melalui negosiasi.
Resolusi tersebut juga mendesak semua negara untuk tidak memberikan bantuan dan sokongan terhadap aktivitas pemukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Palestina, serta untuk memastikan akuntabilitas sesuai dengan hukum internasional.
Sementara itu, resolusi berjudul “Komite Pelaksana Hak-Hak Rakyat Palestina yang Tidak Dapat Diabaikan” menuntut komite PBB tersebut memperbesar upaya internasional dengan tujuan membentuk kerangka kerja multilateral yang diperluas untuk merevitalisasi upaya dalam mencapai penyelesaian damai atas isu Palestina.
Resolusi ini mengundang semua pemerintah dan organisasi untuk meningkatkan kerja sama mereka dengan komite PBB dalam pelaksanaan tugas-tugas komite tersebut.
Dua resolusi lain, “Divisi untuk Hak Rakyat Palestina di Sekretariat PBB” dan “Program Informasi Khusus tentang Isu Palestina di Departemen Komunikasi Global”, masing-masing memperbarui mandat dua badan PBB yang disebutkan dalam resolusi tersebut.
Memindahkan Kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem Batal demi Hukum
Pada awal sesi debat pada Selasa itu, Komite Pelaksana Hak-Hak Rakyat Palestina yang Tidak Dapat Diabaikan mempresentasikan laporannya di depan Majelis Umum PBB.
Komite tersebut “menggarisbawahi tanggung jawab negara-negara dan lembaga swasta untuk tidak berkontribusi pada pelanggaran hak asasi rakyat Palestina, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas pemukiman di wilayah pendudukan Palestina termasuk Yerusalem,” tutur Adela Raz, rapporteur komite itu yang menyampaikan presentasi.
Raz mengatakan bahwa komite yang diwakilinya menganggap keputusan sepihak negara-negara anggota PBB untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan mereka di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, batal demi hukum.
“Resolusi ini mendesak negara-negara anggota untuk membatalkan keputusan tersebut dan menghormati status quo bersejarah dari situs-situs suci di Yerusalem, serta menjaga status hukum, demografi, multibudaya dan multiagama yang bersejarah dari kota tersebut,” kata Raz.
Rekomendasi-rekomendasi itu disampaikan sebagai penolakan nyata terhadap perubahan sikap Amerika Serikat (AS) baru-baru ini yang tidak lagi memandang aktivitas pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina sebagai tindakan ilegal.
Rekomendasi tersebut juga sejalan dengan resolusi UNGA yang meminta negara-negara untuk tidak mendirikan misi diplomatik di Yerusalem, yang disahkan pada 2017 setelah AS memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem. (Xinhua/Ant)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...