MAKARYA Siap Digelar di Kaki Gunung Raung
BANYUWANGI, SATUHARAPAN.COM - Selama tiga hari masyarakat sekitar Gunung Raung, Banyuwangi akan menggelar acara MAKARYA (Masyarakat Kaki Raong Berkarya), pada 3-5 Februari 2017 di Karo Adventure, Desa Sumberbulu, Songgon, Banyuwangi. Pagelaran MAKARYA adalah hari raya kebudayaan bagi masyarakat di sembilan desa kaki gunung Raung yang berada di kecamatan Songgon, Banyuwangi.
Pada awalnya MAKARYA diinisiasi oleh komunitas Karo Adventure sebuah komunitas pemuda desa Sumberbulu yang bergerak dalam petualangan alam bebas, konservasi sumberdaya sungai dan sumberdaya air di sekitar Gunung Raung serta Kabupaten Banyuwangi secara umum. Inisiasi Karo Adventure yang digawangi Budi Santoso untuk membuat pagelaran mendapatkan sambutan tangan dari Pergerakan Hidora (Hiduplah Indonesia Raya), Japung Nusantara (Jaringan Kampung Nusantara), dan pihak Kecamatan Songgon yang akhirnya bergerak bersama membuat Pagelaran MAKARYA.
Pergerakan Hipora dan Japung Nusantara sendiri sejauh ini telah banyak memberikan pendampingan pada masyarakat desa melalui penggalian dan optimasi potensi alam maupun potensi sumberdaya manusia yang ada di kampung dan desa.
Salah satu koordinator pagelaran Bachtiar Djanan kepada satuharapan.com melalui pesan tertulis/email Rabu (1/2) menjelaskan bahwa MAKARYA bukanlah event ataupun festival, namun sebuah acara menggelar berbagai potensi masyarakat sembilan desa se-Kecamatan Songgon, Banyuwangi meliputi potensi seni budaya, potensi ritual tradisi, potensi kuliner tradisional, potensi hasil bumi, hasil hutan, produk-produk UMKM, kerajinan. "Kami menyebutnya pagelaran," kata Bachtiar.
Pagelaran MAKARYA yang terdiri dari beberapa kegiatan yang dibangun secara swadaya dan mandiri, tumbuh dari masyarakat baik semenjak pemikiran, penyiapan venue, pendanaan, hingga logistik dan akomodasi bagi penampil dan tamu dari luar Songgon.
Kegiatan pada MAKARYA meliputi ruwatan massal, diskusi budaya, workshop, bazaar-pameran, serta panggung seni yang akan menampilkan pagelaran wayang kulit, kesenian tradisional dari Songgon dan sekitarnya, kesenian kontemporer dari Jaringan Kampung Nusantara, serta kesenian kontemporer dari manca negara.
Pentas seni tradisi setempat akan menampilkan Wayang Osing, Gandrung (besan, lanang, dan cilik), Sendratari Jaran Goyang, tari Kuntulan, karawitan, seni Barong, serta beberapa tambahan performance dari seniman ataupun sanggar-sanggar dari kecamatan Songgon dan sekitarnya.
Sebagai sebuah jejaring yang cukup luas, MAKARYA mengundang pelaku seni kontemporer dari penjuru Nusantara untuk mengisi panggung seni kontemporer dari Jaringan Kampung Nusantara diantaranya Redy Eko Prastyo (dawai-Malang), Tebo Aumbara (penari/koreografer Ubud, Bali), Unen-Unen Rengel (pelestari alat musik purba dari Tuban), Ali Gardy (saxophone-Situbondo), dan Ghuiral Sarafagus (klarinet-Jember).
Selain itu diundang pula Didit (musisi dari Kampung Ular Desa Salaman, Magelang), Youliez Mbix (perupa/seniman kontemporer-Ubud, Bali), Baron Famousa (karinding-Majalengka), Rendi Xamagata (cello bambu-Majalengka), Momon Karman (suling-Bandung), Alif Flamenco (gitaris-Bandung), Renda Pangestu (gitaris-Bali), Catur Sang Klana (musisi kontemporer-Jember), dand Miko Malioboro (seniman kontemporer dari Jogja).
Cok De (seni kontemporer-Bali), Traveller Akustik (musik akustik-Malang), KWK Reggae (etnik reggae-Songgon), Kawitan (akustik etnik-Kampong Wisata Temenggungan, Banyuwangi), Patrol Reggae Kopilego (musik patrol reggae-Kampong Kopi Lerek Gombengsari, Banyuwangi), serta Sepak Bola Api Kopilego (Kampong Kopi Lerek Gombengsari, Banyuwangi) ikut juga diundang.
Dari manca negara akan hadir Gilles Saisi (musisi dawai dari Perancis), Mehdi Al Lagui (gitaris dari Perancis), Jesse Larson (seniman kontemporer dari Amerika), Michiel Dijkman (pemain banjo dari Belanda), Euginy Rodionov (digital music dari Rusia), Jessica Dall'anesa (seniman kontemporer dari Perancis), Jade (seniman kontemporer dari Perancis), Evan Silver (teater dari Amerika).
"Semua pengisi acara dalam kegiatan ini mereka tampil dengan sukarela, tidak dibayar, bahkan teman-teman membiayai dirinya sendiri untuk bisa sampai ke sini," kata Bachtiar. Lebih lanjut Bachtiar mengatakan panitia bersama menyediakan konsumsi ala pedesaan serta akomodasi penginanapan di rumah-rumah warga bagi penampil dan tamu dari luar kota.
Menghadirkan jaringan kampung dalam sebuah perhelatan dengan melibatkan banyak partisipasi aktif antara penyelenggara, penampil, masyarakat, serta para pihak di sebuah pedesaan di kaki gunung, kita sedang membaca sebuah pesan dari desa: masih ada gotong royong, rembugan, dan ruang dialog yang bisa dikembang secara mengalir di Indonesia.
Jaga Imun Tubuh Atasi Tuberkulosis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr dr Raden Rara Diah Handayani, Sp.P...