Malam Cinta Untuk Radhar Panca Dahana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Radhar Panca Dahana seorang sastrawan, esais, kritikus sastra, jurnalis, dan seniman teater mengalami gagal ginjal. Saat ini, ia harus terus menerus melakukan cuci darah untuk dapat menunjang kelangsungan metabolisme tubuhnya dan bertahan hidup.
Radhar yang kini berusia 48-tahun terbaring di Rumah Sakit Cipto Mangukusumo, Jakarta. Ia menderita gagal ginjal dan sejumlah penyakit lainnya. Sebelumnya operasi fistula telah dilakukan, namun ia masih membutuhkan perawatan panjang. Operasi fistula adalah operasi untuk menghubungkan dua organ epitel yang dilakukan untuk alasan tertentu. Biasanya operasi ini dilakukan pada dua organ yang tidak terhubung.
Jum’at (5/4) diadakan acara Malam Cinta Untuk Radhar Panca Dahana, bertempat di Aula Nurcholis Madjid Universitas Paramadina, Jakarta. Acara ini bertujuan menggalang dana untuk dapat sedikit membantu meringankan biaya rumah sakit Radhar. Dalam acara ini ditampilkan pembacaan puisi dan nyanyian yang dibawakan oleh Davis Sanggar Matahari. Walaupun mereka tampil tidak dalam formasi lengkap, namun tidak mengurangi keindahan lagu yang mereka bawakan. Juga ditampilkan puisi yang dibawakan Peneliti, Penulis dan Pengamat Politik, Muhammad Fadjroel Rachman. Dan puisi yang dibawakan Aktor Senior, Slamet Rahardjo Djarot. Katanya, Slamet Rahardjo langsung diminta untuk membawakan puisi, jadi tidak ada persiapan. Walaupun begitu, puisi yang ia bawakan mendapat apresiasi yang sangat baik dari tamu dan undangan yang hadir.
Cara lain yang dilakukan untuk mengumpulkan dana, adalah mengadakan lelang buku karya Radhar, yang dipimpin Khrisna Pabichara. Cerita Dalam Sebotol Coklat Cair adalah sebuah buku yang berisi kumpulan esai Radhar mengenai dunia seni di Indonesia. Buku ini sudah tidak dicetak lagi, sehingga menjadi collector item bagi yang mendapatkannya, demikian keterangan Redaktur buku tersebut, Damhuri Muhammad. Selain itu Drs. Suyadi atau yang biasa dikenal anak-anak sebagai Pak Raden, menghadiahkan dua sketsa karyanya untuk dilelang. Sketsa ini juga, akan ikut ditampilkan dalam Pameran di Bentara Budaya Jakarta pada Kamis (25/4).
Radhar lahir di Jakarta, 26 Maret 1965. Ia menyelesaikan lulusan S1 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) tahun 1993. Kemudian ia melanjutkan studi Sosiologi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, Perancis tahun 2001. Radhar memulai debutnya sebagai sastrawan sejak usia 10 tahun, lewat cerpennya di harian Kompas, Tamu Tak Diundang. Selanjutnya ia menjadi redaktur majalah Kawanku tahun 1977. Kemudian menjadi reporter hingga pemimpin redaksi di berbagai media seperti Hai, Kompas, Jakarta Jakarta, Vista TV, dan Indie.com. Sekarang ia menjadi penjaga rubrik Gagasan di Harian Kompas dan pengajar di UI.
Radar telah melahirkan puluhan karya, berupa cerpen, esai, buku, hingga kumpulan drama. Karya-karya nya itu antara lain, Menjadi Manusia Indonesia (esai humaniora, 2002), Lalu Waktu (kumpulan sajak, 2003), Jejak Posmodernisme (2004), Cerita-cerita Dari Negeri Asap (kumpulan cerpen, 2005), Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia (esai humaniora, 2006), Dalam Sebotol Coklat Cair (esai sastra, 2007), Metamorfosa Kosong (kumpulan naskah drama, 2007), dan buku eksklusif limited edition: Cerita Belum Selesai (2013).
Tahun 1996, Radhar terpilih sebagai satu diantara lima, Seniman Muda Masa Depan Asia versi Nippon Hoso Kyokai (NHK), Jepang. TV NHK pernah membuat dan menyiarkan profil Radhar. Tahun 2005, Radhar memperoleh penghargaan Paramadina Award. Tahun 2007, ia menerima Medali Frix de le Francophonie dari 15 negara berbahasa Perancis. Tahun 2009, menerima Kuntowijoyo Award.
Meskipun mengalami gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah sejak tahun 2001, Radhar tak pernah menyerah dan berhenti berkarya. Saat Pertemuan Pengarang Indonesia di Makassar, pada 25-27 November 2012, Radhar menggagas berdirinya organisasi pengarang, dan menjadi penanggung jawab organisasi tersebut. Organisasi ini bertujuan untuk melindungi hasil karya pengarang dan melindungi pengarang.
Penyakit tak pernah melunturkan semangat dan pemikirannya yang cemerlang. Itu yang selalu dapat ditangkap oleh sahabat-sahabatnya. Ia pernah berkata, “Mari melebur dalam satu, lupakan tradisi, lupakan golongan, lupakan keberadaan kita, dan sambutlah Indonesia kita.” Sebuah pemikiran brilian yang menohok ego kita, sebagai manusia Indonesia.
Editor : KP2
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...