Mantan Ketua Komisi X DPR Mahyuddin Diperiksa KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Komisi X DPR Mahyuddin mengaku ditanyai penyidik KPK terkait kedekatannya dengan Anas Urbaningrum sebagai sesama mantan aktivis HMI saat menjadi saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi anggaran olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
"Garis pokoknya (pertanyaan) hanya tiga. Yang pertama hubungan saya dengan Anas Urbaningrum. Ya baik-baik saja sampai saat ini, kami sama-sama dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) di Komisi X," kata Mahyuddin di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis.
Mahyuddin juga merupakan Ketua Komisi X saat Anas (Mantan Ketua Umum Partai Demokrat) masih menjadi anggota Komisi X DPR. Mahyuddin yang diperiksa kurang lebih selama lima jam juga dicecar terkait anggaran Hambalang. Sebagaimana diketahui, Komisi X merupakan mitra dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
"(Pertanyaan) yang kedua itu proses anggaran, dari awal sampai multi years," ujarnya.
Penyidik KPK juga mencecar soal Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, pada tahun 2012. Mahyuddin mengaku sebagai tim sukses Anas yang saat itu akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Saya sebagai tim suksesnya, tetapi tidak aktif," ungkapnya.
Ia bahkan mengaku tidak mengikuti kongres tetapi hanya menghadiri acara pembukaannya. Ia sekaligus membantah keterangan dari adik dari mantan Sesmenpora Wafid Muharram, Cece Ibrahim Lintang, yang mengaku pernah menyerahkan tas ke anggota DPR Mahyuddin melalui orang kepercayaaannya bernama Riswan.
Cece yang memberi keterangan tersebut saat bersaksi untuk terdakwa proyek Hambalang Deddy Kusdinar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/12), mengatakan uang tersebut diberikan sehari sebelum Kongres Demokrat pada bulan Mei 2010 di Bandung, Jawa Barat.
"Enggak ada. (Kalau saya disebut dalam dakwaan), harus minta ditelusuri," ujarnya.
"Saya tidak menerima (uang)," tegasnya.
KPK saat ini sedang menggali informasi mengenai sumber pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mengalir dari proyek P3SON Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp463,66 miliar.
Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Anas diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...