Mantan Milisi Sebut Duterte Perintahkan Pembantaian Kriminal
Matobato juga menyatakan Duterte memerintahkan pengeboman sebuah masjid untuk membalas dendam atas serangan di Katedral Davao pada 1993.
MANILA, SATUHARAPAN.COM - Seorang bekas anggota milisi Filipina mengatakan, ketika masih menjadi Wali Kota, Rodrigo Duterte pernah memerintahkan dia dan sejumlah anggota tim pembunuh untuk menghabisi para penjahat dan lawan-lawan politiknya, yang mengakibatkan tewasnya kira-kira 1.000 orang.
Edgar Matobato, 57, bersaksi dalam sidang dengar pendapat Senat Filipina yang disiarkan televisi secara langsung. Dia dulu adalah anggota Davao Death Squad, grup yang terkenal main hakim sendiri, dan diduga bertanggung jawab atas pembunuhan ratusan orang.
Matobato mengatakan ia mendengar sendiri Duterte memerintahkan sejumlah pembunuhan itu, dan ia mengakui telah melakukan sekitar 50 penculikan dan serangan maut, termasuk terhadap seorang laki-laki yang dilemparkan ke dalam kandang buaya di provinsi Davao del Sur pada tahun 2007.
"Tugas kami membunuh para penjahat seperti pengedar narkoba, pemerkosa, pencuri," jelas Matobato.
Tapi, dia juga menyatakan lawan politik Duterte, Prospero Nograles, juga menjadi target, termasuk empat pengawalnya.
"Korban-korban ditembak atau dicekik, beberapa isi perutnya dikeluarkan dan dibuang ke laut untuk makanan ikan," lanjutnya
Mantan anggota milisi Filipina Edgar Matobato (bertopi) dikawal secara ketat setelah bersaksi di Senat, di Pasay, bagian selatan Manila (15/9).
Juru bicara Presiden Duterte menolak tuduhan tersebut, dan mengatakan investigasi selama Duterte menjabat sebagai wali kota tidak menunjukkan hasil.
Penyelidikan komite Senat itu dipimpin oleh Senator Leila de Lima, pengkritik keras dari kampanye anti-narkoba Duterte yang telah menewaskan lebih dari 3.000 tersangka pengguna dan pengedar narkoba sejak ia menjadi Presiden bulan Juni.
Duterte telah menuduh de Lima terlibat dalam narkoba ilegal, menuduhnya memiliki sopir yang mengambil uang dari bandar narkoba yang ditahan. De Lima telah menyangkal semua tuduhan.
Pengoman masjid
Matoba mengatakan kepada anggota Senat bahwa dia dilindungi sebagai saksi, tapi sekarang dia bersembunyi ketika Duterte menjadi presiden karena takut nyawanya terancam.
Matobato juga menyatakan Duterte memerintahkan pengeboman sebuah masjid untuk membalas dendam atas serangan di Katedral Davao pada 1993.
Atas pernyataan tersebut, juru bicara Duterte mengatakan, "Saya kira dia (Duterte) tidak mampu memberikan perintah-perintah itu."
Putra Prospero Nograles, Karlo, yang mewakili kota Davao, menolak pernyataan Matobato yang berhubungan dengan para pengawal ayahnya.
"Saya tidak tahu apa yang dia (Matobato) katakan. Saya hanya bisa mencurigai bahwa pria ini dimanipulasi oleh beberapa oknum yang ingin mencapai keinginan ego mereka," tulis Karlo dalam akun Facebooknya.
Duterte menjadi wali kota Davao pada 1988. Sejak terpilih sebagai presiden tahun ini, lebih dari 3.000 pengguna dan pengedar narkoba dibunuh walaupun ada peringatan dari internasional karena melanggar HAM.
Sejauh ini belum ada komentar dari Presiden Duterte. (bbc.com/voaindonesia.com)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...